Wednesday, February 22, 2012

Sebelum Kamu Menceraikan Aku, Boponglah Aku!

Sedang explore Facebook saya, dan sampai di salah satu profil teman saya, bul-bul. Di sana ada Notes yang menarik hati :) Yang tampaknya juga dia share dari tempat lain.
Saya mau bagikan di sini:

Sebelum Kamu Menceraikan Aku, Boponglah Aku!
by Setitik Embun Inspirasi on Sunday, August 7, 2011 at 11:05pm ·

Pada hari pernikahanku,aku membopong istriku. Mobil pengantin berhenti di depan flat kami yang cuma berkamar satu. Sahabat-sahabatku menyuruhku untuk membopongnya begitu keluar dari mobil. Jadi kubopong ia memasuki rumah kami. Ia kelihatan malu-malu. Aku adalah seorang pengantin pria yang sangat bahagia. Ini adalah kejadian 10 tahun yang lalu.
Hari-hari selanjutnya berlalu demikian simpel seperti secangkir air bening. Kami mempunyai seorang anak, saya terjun ke dunia usaha dan berusaha untuk menghasilkan banyak uang. Begitu kemakmuran meningkat, jalinan kasih diantara kami pun semakin surut. Ia adalah pegawai sipil. Setiap pagi kami berangkat kerja bersama-sama dan sampai di rumah juga pada waktu yang bersamaan.

Anak kami sedang belajar di luar negeri. Perkawinan kami kelihatan bahagia. Tapi ketenangan hidup berubah dipengaruhi oleh perubahan yang tidak kusangka-sangka. Dewi hadir dalam kehidupanku. Waktu itu adalah hari yang cerah. Aku berdiri di balkon dengan Dewi yang sedang merangkulku. Hatiku sekali lagi terbenam dalam aliran cintanya. Ini adalah apartment yang kubelikan untuknya. Dewi berkata , “Kamu adalah jenis pria terbaik yang menarik para gadis.”  Kata-katanya tiba-tiba mengingatkanku pada istriku.  Ketika kami baru menikah,istriku pernah berkata, “Pria sepertimu,begitu sukses,akan menjadi sangat menarik bagi para gadis.” Berpikir tentang ini, Aku menjadi ragu-ragu. Aku tahu kalo aku telah  menghianati istriku. Tapi aku tidak sanggup menghentikannya. Aku  melepaskan tangan Dewi dan berkata, “Kamu harus pergi membeli beberapa perabot, O.K.?.Aku ada sedikit urusan di kantor” Kelihatan ia jadi tidak senang karena aku telah berjanji menemaninya.

Pada saat tersebut, ide perceraian menjadi semakin jelas dipikiranku walaupun kelihatan tidak mungkin. Bagaimanapun,aku merasa sangat sulit untuk membicarakan hal ini pada istriku. Walau bagaimanapun ku jelaskan, ia pasti akan sangat terluka. Sejujurnya,ia adalah seorang istri yang baik. Setiap malam ia sibuk menyiapkan makan malam. Aku duduk santai didepan TV. Makan malam segera tersedia. Lalu kami akan menonton TV sama-sama. Atau aku akan menghidupkan komputer, membayangkan tubuh Dewi. Ini adalah hiburan bagiku.

Suatu hari aku berbicara dalam guyon, “Seandainya kita bercerai, apa yang akan kau lakukan?” Ia menatap padaku selama beberapa detik tanpa bersuara. Kenyataannya ia percaya bahwa perceraian adalah sesuatu yang sangat jauh darinya. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana ia akan menghadapi kenyataan jika tahu bahwa aku serius.
Ketika istriku mengunjungi kantorku, Dewi baru saja keluar dari ruanganku. Hampir seluruh staff menatap istriku dengan mata penuh simpati dan berusaha untuk menyembunyikan segala sesuatu  selama berbicara dengan ia. Ia kelihatan sedikit kecurigaan. Ia berusaha tersenyum pada bawahan-bawahanku. Tapi aku membaca ada kelukaan di matanya.
Sekali lagi, Dewi berkata padaku,” He Ning, ceraikan ia, O.K.? Lalu kita akan hidup bersama.” Aku mengangguk. Aku tahu aku tidak boleh ragu-ragu lagi.

Ketika malam itu istriku menyiapkan makan malam, ku pegang tangannya,”Ada sesuatu yang harus kukatakan” Ia duduk diam dan makan tanpa bersuara. Sekali lagi aku melihat ada luka di matanya. Tiba-tiba aku tidak tahu harus berkata apa. Tapi ia tahu kalo aku terus berpikir. “Aku ingin bercerai”,  kuungkapkan topik ini dengan serius tapi tenang.
Ia seperti tidak terpengaruh oleh kata-kataku, tapi ia bertanya secara lembut,”kenapa?” Aku menghindari pertanyaannya “Kenapa” dan hanya jawab: “Aku serius.” . Jawaban ini membuat ia sangat marah. Ia melemparkan sumpit dan berteriak kepadaku,”Kamu bukan laki-laki!”.

Pada malam itu, kami sekali saling membisu. Ia sedang menangis. Aku tahu kalau ia ingin tahu apa yang telah terjadi dengan perkawinan kami. Tapi aku tak bisa memberikan jawaban yang memuaskan sebab hatiku telah dibawa pergi oleh Dewi. Dengan perasaan yang amat bersalah, Aku menuliskan surat perceraian dimana istriku memperoleh rumah, mobil dan 30% saham dari perusahaanku. Ia memandangnya sekilas dan mengoyaknya jadi beberapa bagian.

Aku merasakan sakit dalam hati. Wanita yang telah 10 tahun hidup bersamaku sekarang menjadi seorang yang asing dalam hidupku. Tapi aku tidak bisa mengembalikan apa yang telah kuucapkan. Akhirnya ia menangis dengan keras di depanku, dimana hal tersebut tidak pernah kulihat sebelumnya. Bagiku, tangisannya merupakan suatu pembebasan untukku. Ide perceraian telah menghantuiku dalam beberapa minggu ini dan sekarang sungguh-sungguh telah terjadi.
Pada larut malam,aku kembali ke rumah setelah menemui klienku. Aku melihat isteriku  sedang menulis sesuatu. Karena capek aku segera ketiduran. Ketika aku terbangun tengah malam, aku melihat ia masih menulis. Aku tertidur kembali. Ia menuliskan syarat-syarat dari perceraiannya. Ia tidak menginginkan apapun dariku,tapi aku harus memberikan waktu sebulan sebelum menceraikannya, dan dalam waktu sebulan itu kami harus hidup bersama seperti biasanya. Alasannya sangat sederhana: Anak kami akan segera menyelesaikkan pendidikannya dan liburannya adalah sebulan lagi dan ia tidak ingin anak kami melihat kehancuran rumah tangga kami.

Ia menyerahkan persyaratan tersebut dan bertanya,” He Ning, apakah kamu masih ingat bagaimana aku memasuki rumah kita ketika pada hari pernikahan kita?” Pertanyaan ini tiba-tiba mengembalikan beberapa kenangan indah kepadaku. Aku mengangguk dan mengiyakan. “Kamu membopongku di lenganmu”, katanya, “Jadi aku punya sebuah permintaan, yaitu kamu akan tetap membopongku pada waktu perceraian kita. Dari sekarang sampai akhir bulan ini, setiap pagi kamu harus membopongku keluar dari kamar tidur ke pintu.” Aku menerima dengan senyum. Aku tahu ia merindukan beberapa kenangan indah yang telah berlalu dan berharap perkawinannya diakhiri dengan suasana romantis.

Aku memberitahukan Dewi soal syarat-syarat perceraian dari istriku. Ia tertawa keras dan berpikir itu tidak ada gunanya.“Bagaimanapun trik yang ia lakukan, ia harus menghadapi hasil dari perceraian ini,” ia mencemooh. Kata-katanya membuatku merasa tidak enak.

Istriku dan aku tidak mengadakan kontak badan lagi sejak kukatakan perceraian itu. Kami saling menganggap orang asing.  Jadi ketika aku membopongnya di hari pertama, kami kelihatan salah tingkah. Anak kami menepuk punggung kami, ”Wah, papa membopong mama, mesra sekali”   Kata-katanya membuatku merasa sakit. Dari kamar tidur ke ruang duduk, lalu ke pintu, aku berjalan 10 meter dengan ia dalam lenganku. Ia memejamkan mata dan berkata dengan lembut,” Mari kita mulai hari ini, jangan memberitahukan pada anak kita.”  Aku mengangguk, merasa sedikit bimbang. Aku melepaskan ia di pintu. Ia pergi menunggu bus, dan aku pergi ke kantor.

Pada hari kedua, bagi kami terasa lebih mudah. Ia merebah di dadaku, kami begitu dekat sampai-sampai aku bisa mencium wangi dibajunya. Aku menyadari bahwa aku telah sangat lama tidak melihat dengan mesra wanita ini. Aku melihat bahwa ia tidak muda lagi, beberapa kerut tampak di wajahnya.

Pada hari ketiga, ia berbisik padaku, “Kebun diluar sedang dibongkar, hati-hati kalau kamu lewat sana.”
Hari keempat, ketika aku membangunkannya, aku merasa kalau kami masih mesra seperti sepasang suami istri dan aku masih membopong kekasihku di lenganku. Bayangan Dewi menjadi samar.

Pada hari kelima dan enam, ia masih mengingatkan aku beberapa hal, seperti, dimana ia telah menyimpan baju-bajuku yang telah ia setrika, aku harus hati-hati saat memasak,dll. Aku mengangguk.  Perasaan kedekatan terasa semakin erat.
Aku tidak memberitahu Dewi tentang ini. Aku merasa begitu ringan membopong-nya. Berharap setiap hari pergi ke kantor bisa membuatku semakin kuat. Aku berkata padanya, “Kelihatannya tidaklah sulit membopongmu sekarang”

Ia sedang mencoba pakaiannya, aku sedang menunggu untuk membopongnya keluar. Ia berusaha mencoba beberapa tapi tidak bisa menemukan yang cocok. Lalu ia melihat,”Semua pakaianku kebesaran”. Aku tersenyum.Tapi tiba-tiba aku menyadarinya sebab ia semakin kurus itu sebabnya aku bisa membopongnya dengan ringan bukan disebabkan aku semakin kuat. Aku tahu ia mengubur semua kesedihannya dalam hati. Sekali lagi, aku merasakan perasaan sakit. Tanpa sadar kusentuh kepalanya. Anak kami masuk pada saat tersebut. “Pa, sudah waktunya membopong mama keluar” Baginya, melihat papanya sedang membopong mamanya keluar menjadi bagian yang penting. Ia memberikan isyarat agar anak kami mendekatinya dan merangkulnya dengan erat. Aku membalikkan wajah sebab aku takut aku akan berubah pikiran pada detik terakhir.  Aku menyanggah ia di lenganku, berjalan dari kamar tidur, melewati ruang duduk ke teras. Tangannya memegangku secara lembut dan alami. Aku menyanggah badannya dengan kuat seperti kami kembali ke hari pernikahan kami. Tapi ia kelihatan agak pucat dan kurus, membuatku sedih.

Pada hari terakhir, ketika aku membopongnya di lenganku, aku melangkah dengan berat. Anak kami telah kembali ke sekolah. Ia berkata, “Sesungguhnya aku berharap kamu akan membopongku sampai kita tua”. Aku memeluknya dengan kuat dan berkata “Antara kita saling tidak menyadari bahwa kehidupan kita begitu mesra”.

Di depan rumah Dewi, aku melompat turun dari mobil tanpa sempat menguncinya. Aku takut keterlambatan akan membuat pikiranku berubah. Aku menaiki tangga. Dewi membuka pintu. Aku berkata padanya,” Maaf Dewi, aku tidak ingin bercerai. Aku serius”. Ia melihat kepadaku, kaget. Ia menyentuh dahiku. “Kamu tidak demam”. Kutepiskan tangannya dari dahiku “Maaf, Dewi,Aku cuma bisa bilang maaf padamu, aku tidak ingin bercerai. Kehidupan rumah tanggaku membosankan disebabkan ia dan aku tidak bisa merasakan nilai-nilai dari kehidupan, bukan disebabkan kami tidak saling mencintai lagi. Sekarang aku mengerti sejak aku membopongnya masuk ke rumahku, ia telah melahirkan anakku. Aku akan menjaganya sampai tua. Jadi aku minta maaf  padamu” Dewi tiba-tiba seperti tersadar. Ia memberikan tamparan keras kepadaku dan menutup pintu dengan kencang dan tangisannya meledak.

Aku menuruni tangga dan pergi ke kantor. Dalam perjalanan aku melewati sebuah toko bunga, ku pesan sebuah buket bunga kesayangan istriku. Penjual bertanya apa yang mesti ia tulis dalam kartu ucapan?
Aku tersenyum, dan bilang: tulislah : “ Aku akan membopongmu setiap pagi sampai kita tua…”

sumber: unknown

Tuesday, February 14, 2012

Short Visits on #LDR

As already written in my previous post, that I am now having this #LDR  :( a.k.a Long Distance Relationship..
Well, I'm not gonna write about how sad is having LDR, but how fun and exciting is waiting for some short visits my boyfriend planned :)

Okay, some short visits has been done several times:
1. December 16 - 18, 2011 --> Dec 17th 2011 was his birthday :)
2. December 23 - 25, 2011 --> For Christmas celebration and Joy
3. December 30, 2011 - January 1st, 2012 --> End of 2011, and beginning of 2012 of course
4. January 20 - 23, 2012 --> A bit longer because on Monday there's a holiday too of Chinese New Year!! Yippiee
5. January 25 - 29, 2012 --> Long one, but he had a full week meeting.. But well, still exciting!
6. February 10 - 12, 2012 --> He came again for my birthday :) :D \(^ ^)/ Horraayyy
7. Still don't know :D

heheheee..

UPDATE

7. February 25 - 27, 2012 --> His family is gathered in Surabaya, and one of his nephew's bday :D
8. March 23 - 25, 2012 --> Long Weekend! There's SAKA New Year on March 23rd. Yeah.. extra 1 day together :p
9. April 6 - 8, 2012 --> Long Weekend again!! :D Good Friday and Easter celebration! yippie..
10. Upcoming! :)

hohohohooo...

Friday, February 10, 2012

24 Years Old Already

Been 24 years of miracle already. For this premature born girl who about to died at her very first baby cry. 
@Twitter - Feb 10th, 2012. 08:20 WIB.


Lousy opening? Nope. This was real. I was born as a premature baby girl. 8 months only. With height not longer than a 30 centimeters ruler. I was only ca. 20 cms. And as it's not sad enough, I was very weak and couldn't consumed any supply of nutrition after birth. My mom couldn't breast-feed me because I always threw up every time  i got breast-feed. And so does another liquid or food. So, the doctor decided to had an injection of infuse which contained nutrition, food, etc for me.

Done? Nope. As already mentioned before that I was very weak, my skin tone was too much pale, and I was too small. My dad even often compared me like this "just the same height like a bottle of instant ketchup" OMG.. 
So, not just infuse, but also i had to slept in the incubator for weeks. The whole family keep praying. Because, there's a possibility I would passed away for the inability of food supply.

I was the first child in my family by the way.

And, yes, My mom was actually a bit stressed down while she was pregnant. -- This is a warning Ladies and gentlemen! Never stressed any pregnant woman! The stress a mother carry, will impact the baby directly!

And, for short, for the effort of whole family, and big mercy of God, here I am still breathing the air on my 24th Birthday! :)
I am having a loving family, Bunch of friends around me, a loving boyfriend, graduated with awesome GP, my Job.. Well, you'll never know what would life bring you. Just like Forrest Gump said; life was like a box of chocolates. You never know what you're gonna get.


Complete Sitompul's Family on My graduation Day. September 2010. - Eva Tarida Blog -
 
Happy Birthday to me.
Thanks, God :)