Wednesday, April 25, 2012

Sweet

Jadi, ceritanya saya diceramahi dokter;

Dokter: Mbak Eva, jangan terlalu banyak makan yang manis-manis. Mbak kan sudah manis banget orangnya. Hati-hati nanti bisa kena diabetes.
Saya: Iya, Pak Dokter. Terimakasih nasehatnya.

Saya pun terpaksa menurut. Apa daya. Sudah nasib.


Sweet. Image by: Eva Tarida


:D :D :D :D

Happy 4th Anniversary, Tristiana

Jadi, seperti di postingan saya sebelumnya mengenai saya dan sahabat-sahabat saya, saya punya 4 sohib karib. Salah satu dari kami akan segera melangsungkan pernikahan! Auuww.. Sweet... Irii... ahahhahaa..
Manisnya lagi, bulan April ini adalah tahun ke-4 mereka merajut kasih.
So, special untuk Tristi and Leo, Happy 4th anniversary!! 

Tristiana dan Leo

 Be patient for arranging your soon-will-be-held wedding party this Summer!! :)
Contact us your besties for any help, darling!! :)

http://www.facebook.com/profile.php?id=1326595185

Sebagian Alasan Kenapa Dokter Dokter Di Negara Maju "pelit" Kasih Obat ke Anak yang Sakit

 Sekali lagi, saya memanfaatkan waktu luang saya untuk browsing di internet, dan menjelajah situs pertemanan facebook. Saya membuka profil teman saya, dan mendapati adanya artikel yang ia share. Berhubung toh nanti saya pasti jadi Ibu juga, jadi saya iseng saja baca. 
Cukup menarik dan menambah pengetahuan.
Di bawah in ceritanya saya co-pas apa adanya :)

Sebagian Alasan Kenapa Dokter Dokter Di Negara Maju "pelit" Kasih Obat ke Anak yg Sakit

** Dimana Salahnya?**

Malik tergolek lemas. Matanya sayu. Bibirnya pecah-pecah. Wajahnya kian tirus. Di mataku ia berubah seperti anak dua tahun kurang gizi. Biasanya aku selalu mendengar celoteh dan tawanya di pagi hari. Kini tersenyum pun ia tak mau. Sesekali ia muntah. Dan setiap melihatnya muntah, hatiku ...tergores-gores rasanya. Lambungnya diperas habis-habisan seumpama ampas kelapa yang tak lagi bisa mengeluarkan santan. Pedih sekali melihatnya terkaing-kaing seperti itu.

Waktu itu, belum sebulan aku tinggal di Belanda, dan putraku Malik terkena demam tinggi. Setelah tiga hari tak juga ada perbaikan aku membawanya ke huisart (dokter keluarga) kami, dokter Knol namanya.

"Just wait and see. Don’t forget to drink a lot. Mostly this is a viral infection." kata dokter tua itu.

"Ha? Just wait and see? Apa dia nggak liat anakku dying begitu?" batinku meradang. Ya…ya…aku tahu sih masih sulit untuk menentukan diagnosa pada kasus demam tiga hari tanpa ada gejala lain. Tapi masak sih nggak diapa-apain. Dikasih obat juga enggak! Huh! Dokter Belanda memang keterlaluan! Aku betul-betul menahan kesal.

"Obat penurun panas Dok?" tanyaku lagi.
"Actually that is not necessary if the fever below 40 C."

Waks! Nggak perlu dikasih obat panas? Kalau anakku kenapa-kenapa memangnya dia mau nanggung? Kesalku kian membuncah.
Tapi aku tak ingin ngeyel soal obat penurun panas. Sebetulnya di rumah aku sudah memberi Malik obat penurun panas, tapi aku ingin dokter itu memberi obat jenis lain. Sudah lama kudengar bahwa dokter disini pelit obat. Karena itu aku membawa setumpuk obat-obatan dari Indonesia, termasuk obat penurun panas.
Dua hari kemudian, demam Malik tak kunjung turun dan frekuensi muntahnya juga bertambah. Aku segera kembali ke dokter. Tapi si dokter tetap menyuruhku wait and see. Pemeriksaan laboratorium baru akan dilakukan bila panas anakku menetap hingga hari ke tujuh.

"Anakku ini suka muntah-muntah juga Dok," kataku.
Lalu si dokter menekan-nekan perut anakku. "Apakah dia sudah minum suatu obat?"

Aku mengangguk. "Ibuprofen syrup Dok," jawabku.

Eh tak tahunya mendengar jawabanku, si dokter malah ngomel-ngomel,"Kenapa kamu kasih syrup Ibuprofen? Pantas saja dia muntah-muntah. Ibuprofen itu sebaiknya tidak diberikan untuk anak-anak, karena efeknya bisa mengiritasi lambung. Untuk anak-anak lebih baik beri paracetamol saja."

Huuh! Walaupun dokter itu mengomel sambil tersenyum ramah, tapi aku betul-betul jengkel dibuatnya. Jelek-jelek begini gue lulusan fakultas kedokteran tau! Nah kalau buat anak nggak baik kenapa di Indonesia obat itu bertebaran! Batinku meradang.
Untungnya aku masih bisa menahan diri. Tapi setibanya dirumah, suamiku langsung menjadi korban kekesalanku."Lha wong di Indonesia, dosenku aja ngasih obat penurun panas nggak pake diukur suhunya je. Mau 37 keq, 38 apa 39 derajat keq, tiap ke dokter dan bilang anakku sakit panas, penurun panas ya pasti dikasih. Sirup ibuprofen juga dikasih koq ke anak yang panas, bukan cuma parasetamol. Masa dia bilang ibuprofen nggak baik buat anak!" Seperti rentetan peluru, kicauanku bertubi-tubi keluar dari mulutku.

"Mana Malik nggak dikasih apa-apa pulak, cuma suruh minum parasetamol doang, itu pun kalau suhunya diatas 40 derajat C! Duuh memang keterlaluan Yah dokter Belanda itu!"

Suamiku menimpali, "Lho, kalau Mama punya alasan, kenapa tadi nggak bilang ke dokternya?"
Aku menarik napas panjang. "Hmm…tadi aku sudah kadung bete sama si dokter, rasanya ingin buru-buru pulang saja. Tapi…alasannya apa ya?"

Mendadak aku kebingungan. Aku akui, sewaktu praktek menjadi dokter dulu, aku lebih banyak mencontek apa yang dilakukan senior. Tiga bulan menjadi co-asisten di bagian anak memang membuatku kelimpungan dan belajar banyak hal, tapi hanya secuil-secuil ilmu yang kudapat. Persis seperti orang yang katanya travelling keliling Eropa dalam dua minggu. Menclok sebentar di Paris, lalu dua hari pergi ke Roma. Dua hari di Amsterdam, kemudian tiga hari mengunjungi Vienna. Puas beberapa hari berdiam di Berlin dan Swiss, kemudian waktu habis. Tibalah saatnya pulang lagi ke Indonesia. Tampaknya orang itu sudah keliling Eropa, padahal ia hanya mengunjungi ibukota utama saja. Masih banyak sekali negara dan kota-kota di Eropa yang belum disambanginya. Dan itu lah yang terjadi pada kami, pemuda-pemudi fresh graduate from the oven Fakultas Kedokteran. Malah kadang-kadang apa yang sudah kami pelajari dulu, kasusnya tak pernah kami jumpai dalam praktek sehari-hari. Berharap bisa memberikan resep cespleng seperti dokter-dokter senior, akhirnya kami pun sering mengintip resep ajian senior!

Setelah Malik sembuh, beberapa minggu kemudian, Lala, putri pertamaku ikut-ikutan sakit. Suara Srat..srut..srat srut dari hidungnya bersahut-sahutan. Sesekali wajahnya memerah gelap dan bola matanya seperti mau copot saat batuknya menggila. Kadang hingga bermenit-menit batuknya tak berhenti. Sesak rasanya dadaku setiap kali mendengarnya batuk. Suara uhuk-uhuk itu baru reda jika ia memuntahkan semua isi perut dan kerongkongannya. Duuh Gustiiii…kenapa tidak Kau pindahkan saja rasa sakitnya padaku Nyerii rasanya hatiku melihat rautnya yang seperti itu. Kuberikan obat batuk yang kubawa dari Indonesia pada putriku. Tapi batuknya tak kunjung hilang dan ingusnya masih meler saja. Lima hari kemudian, Lala pun segera kubawa ke huisart. Dan lagi-lagi dokter itu mengecewakan aku.

"Just drink a lot," katanya ringan.

Aduuuh Dook! Tapi anakku tuh matanya sampai kayak mata sapi melotot kalau batuk, batinku kesal.

"Apa nggak perlu dikasih antibiotik Dok?" tanyaku tak puas.

"This is mostly a viral infection, no need for an antibiotik," jawabnya lagi.

Ggrh…gregetan deh rasanya. Lalu ngapain dong aku ke dokter, kalo tiap ke dokter pulang nggak pernah dikasih obat. Paling enggak kasih vitamin keq! omelku dalam hati.
"Lalu Dok, buat batuknya gimana Dok? Batuknya tuh betul-betul terus-terusan," kataku ngeyel.

Dengan santai si dokter pun menjawab,"Ya udah beli aja obat batuk Thyme syrop. Di toko obat juga banyak koq."
Hmm…lumayan lah… kali ini aku pulang dari dokter bisa membawa obat, walau itu pun harus dengan perjuangan ngeyel setengah mati dan walau ternyata isi obat Thyme itu hanya berisi ekstrak daun thyme dan madu.

"Kenapa sih negara ini, katanya negara maju, tapi koq dokternya kayak begini." Aku masih saja sering mengomel soal huisart kami kepada suamiku. Saat itu aku memang belum memiliki waktu untuk berintim-intim dengan internet. Jadi yang ada di kepalaku, cara berobat yang betul adalah seperti di Indonesia. Di Indonesia, anak-anakku punya langganan beberapa dokter spesialis anak. Dokter-dokter ini pernah menjadi dosenku ketika aku kuliah. Maklum, walaupun aku lulusan fakultas kedokteran, tapi aku malah tidak pede mengobati anakanakku sendiri. Dan walaupun anak-anakku hanya menderita penyakit sehari-hari yang umum terjadi pada anak seperti demam, batuk pilek, mencret, aku tetap membawa mereka ke dokter anak. Meski baru sehari, dua atau tiga hari mereka sakit, buru-buru mereka kubawa ke dokter. Tak pernah aku pulang tanpa obat. Dan tentu saja obat dewa itu, sang antibiotik, selalu ada dalam kantong plastik obatku.

Tak lama berselang putriku memang sembuh. Tapi sebulan kemudian ia sakit lagi. Batuk pilek putriku kali ini termasuk ringan, tapi hampir dua bulan sekali ia sakit. Dua bulan sekali memang lebih mendingan karena di Indonesia dulu, hampir tiap dua minggu ia sakit. Karena khawatir ada yang tak beres, lagi-lagi aku membawanya ke huisart.

"Dok anak ini koq sakit batuk pilek melulu ya, kenapa ya Dok.?

Setelah mendengarkan dada putriku dengan stetoskop, melihat tonsilnya, dan lubang hidungnya,huisart-ku menjawab,"Nothing to worry. Just a viral infection."

Aduuuh Doook… apa nggak ada kata-kata lain selain viral infection seh! Lagilagi aku sebal.

"Tapi Dok, dia sering banget sakit, hampir tiap sebulan atau dua bulan Dok," aku ngeyel seperti biasa.

Dokter tua yang sebetulnya baik dan ramah itu tersenyum. "Do you know how many times normally children get sick every year?"

Aku terdiam. Tak tahu harus menjawab apa. "enam kali," jawabku asal.

"Twelve time in a year, researcher said," katanya sambil tersenyum lebar. "Sebetulnya kamu tak perlu ke dokter kalau penyakit anakmu tak terlalu berat," sambungnya.
Glek! Aku cuma bisa menelan ludah. Dijawab dengan data-data ilmiah seperti itu, kali ini aku pulang ke rumah dengan perasaan malu. Hmm…apa aku yang salah? Dimana salahnya? Ah sudahlah…barangkali si dokter benar, barangkali memang aku yang selama ini kurang belajar.

Setelah aku bisa beradaptasi dengan kehidupan di negara Belanda, aku mulai berinteraksi dengan internet. Suatu saat aku menemukan artikel milik Prof. Iwan Darmansjah, seorang ahli obat-obatan dari Fakultas Kedokteran UI. Bunyinya begini: "Batuk - pilek beserta demam yang terjadi sekali-kali dalam 6 - 12 bulan sebenarnya masih dinilai wajar. Tetapi observasi menunjukkan bahwa kunjungan ke dokter bisa terjadi setiap 2 - 3 minggu selama bertahun-tahun." Wah persis seperti yang dikatakan huisartku, batinku. Dan betul anak-anakku memang sering sekali sakit sewaktu di Indonesia dulu.

"Bila ini yang terjadi, maka ada dua kemungkinan kesalahkaprahan dalam penanganannya," Lanjut artikel itu. "Pertama, pengobatan yang diberikan selalu mengandung antibiotik. Padahal 95% serangan batuk pilek dengan atau tanpa demam disebabkan oleh virus, dan antibiotik tidak dapat membunuh virus. Di lain pihak, antibiotik malah membunuh kuman baik dalam tubuh, yang berfungsi menjaga keseimbangan dan menghindarkan kuman jahat menyerang tubuh. Ia juga mengurangi imunitas si anak, sehingga daya tahannya menurun. Akibatnya anak jatuh sakit setiap 2 - 3 minggu dan perlu berobat lagi.

Lingkaran setan ini: sakit –> antibiotik-> imunitas menurun -> sakit lagi, akan membuat si anak diganggu panas-batuk-pilek sepanjang tahun, selama bertahun-tahun."

Hwaaaa! Rupanya ini lah yang selama ini terjadi pada anakku. Duuh…duuh..kemana saja aku selama ini sehingga tak menyadari kesalahan yang kubuat sendiri pada anak-anakku. Eh..sebetulnya..bukan salahku dong. Aku kan sudah membawa mereka ke dokter spesialis anak. Sekali lagi, mereka itu dosenku lho! Masa sih aku tak percaya kepada mereka. Dan rupanya, setelah di Belanda 'dipaksa' tak lagi pernah mendapat antibiotik untuk penyakit khas anak-anak sehari-hari, sekarang kondisi anak-anakku jauh lebih baik. Disini, mereka jadi jarang sakit, hanya diawal-awal kedatangan saja mereka sakit.

Kemudian, aku membaca lagi artikel-artikel lain milik prof Iwan Darmansjah. Dan di suatu titik, aku tercenung mengingat kata-kata 'pengobatan rasional'. Lho…bukankah dulu aku juga pernah mendapatkan kuliah tentang apa itu pengobatan rasional. Hey! Lalu kemana perginya ingatan itu? Jadi, apa yang selama ini kulakukan, tidak meneliti baik-baik obat yang kuberikan pada anak-anakku, sedikit-sedikit memberi obat penurun panas, sedikit-sedikit memberi antibiotik, baru sehari atau dua hari anak mengalami sakit ringan seperti, batuk, pilek, demam, mencret, aku sudah panik dan segera membawa anak ke dokter, serta sedikit-sedikit memberi vitamin. Rupanya adalah tindakan yang sama sekali tidak rasional! Hmm... kalau begitu, sistem kesehatan di Belanda adalah sebuah contoh sistem yang menerapkan betul apa itu pengobatan rasional.

Belakangan aku pun baru mengetahui bahwa ibuprofen memang lebih efektif menurunkan demam pada anak, sehingga di banyak negara termasuk Amerika Serikat, ibuprofen dipakai secara luas untuk anakanak. Tetapi karena resiko efek sampingnya lebih besar, Belgia dan Belanda menetapkan kebijakan lain. Walaupun obat ibuprofen juga tersedia di apotek dan boleh digunakan untuk usia anak diatas 6 bulan, namun di kedua negara ini, parasetamol tetap dinyatakan sebagai obat pilihan pertama pada anak yang mengalami demam. "Duh, untung ya Yah aku nggak bilang ke huisart kita kalo aku ini di Indonesia adalah seorang dokter. Kalo iya malu-maluin banget nggak sih, ketauan begonya hehe," kataku pada suamiku.

Jadi, bagaimana dengan para orangtua di Indonesia? Aku tak ingin berbicara terlalu jauh soal mereka-mereka yang tinggal di desa atau orang-orang yang terpinggirkan, ceritanya bisa lain. Karena kekurangan dan ketidakmampuan, untuk kasus penyakit anak sehari-hari, orang-orang desa itu malah relatif 'terlindungi' dari paparan obat-obatan yang tak perlu. Sementara kita yang tinggal di kota besar, yang cukup berduit, sudah melek sekolah, internet dan pengetahuan, malah kebanyakan selalu dokter-minded dan gampang dijadikan sasaran oleh perusahaan obat dan media. Batuk pilek sedikit ke dokter, demam sedikit ke dokter, mencret sedikit ke dokter. Kalau pergi ke dokter lalu tak diberi obat, biasanya kita malah ngomel-ngomel, 'memaksa' agar si dokter memberikan obat. Iklan-iklan obat pun bertebaran di media, bahkan tak jarang dokter-dokter 'menjual' obat tertentu melalui media. Padahal mestinya dokter dilarang mengiklankan suatu produk obat.

Dan bagaimana pula dengan teman-teman sejawatku dan dosen-dosenku yang kerap memberikan antibiotik dan obat-obatan yang tidak perlu pada pasien batuk, pilek, demam, mencret? Malah aku sendiri dulu pun melakukannya karena nyontek senior. Apakah manfaatnya lebih besar dibandingkan resikonya? Tentu saja tidak. Biaya pengobatan membengkak, anak malah gampang sakit dan terpapar obat yang tak perlu. Belum lagi bahaya besar jelas mengancam seluruh umat manusia: superbug, resitensi antibiotik! Tapi mengapa semua itu terjadi?

Duuh Tuhan, aku tahu sesungguhnya Engkau tak menyukai sesuatu yang sia-sia dan tak ada manfaatnya. Namun selama ini aku telah alpa. Sebagai orangtua, bahkan aku sendiri yang mengaku lulusan fakultas kedokteran ini, telah terlena dan tak menyadari semuanya. Aku tak akan eling kalau aku tidak menyaksikan sendiri dan tidak tinggal di negeri kompeni ini. Apalagi dengan masyarakat awam, para orangtua baru yang memiliki anak-anak kecil itu. Jadi bagaimana mengurai keruwetan ini seharusnya? Uh! Memikirkannya aku seperti terperosok ke lubang raksasa hitam. Aku tak tahu, sungguh!

Tapi yang pasti kini aku sadar…telah terjadi kesalahan paradigma pada kebanyakan kita di Indonesia dalam menghadapi anak sakit. Disini aku sering pulang dari dokter tanpa membawa obat. Aku ke dokter biasanya 'hanya' untuk konsultasi, memastikan diagnosa penyakit anakku dan penanganan terbaiknya, serta meyakinkan diriku bahwa anakku baik-baik saja.

Tapi di Indonesia, bukankah paradigma yang masih kerap dipegang adalah ke dokter = dapat obat? Sehingga tak jarang dokter malah tidak bisa bertindak rasional karena tuntutan pasien. Aku juga sadar sistem kesehatan di Indonesia memang masih ruwet. Kebijakan obat nasional belum berpihak pada rakyat. Perusahaan obat bebas beraksi‘ tanpa ada peraturan dan hukum yang tegas dari pemerintah. Dokter pun bebas meresepkan obat apa saja tanpa ngeri mendapat sangsi. Intinya, sistem kesehatan yang ada di Indonesia saat ini membuat dokter menjadi sulit untuk bersikap rasional.

Lalu dimana ujung pangkal salahnya? Ah rasanya percuma mencari-cari ujung pangkal salahnya. Menunjuk siapa yang salah pun tak ada gunanya. Tapi kondisi tersebut jelas tak bisa dibiarkan. Siapa yang harus memulai perubahan? Pemerintah, dokter, petugas kesehatan, perusahaan obat, tentu semua harus berubah. Namun, dalam kondisi seperti ini, mengharapkan perubahan kebijakan pemerintah dalam waktu dekat sungguh seperti pungguk merindukan bulan. Yang pasti, sebagai pasien kita pun tak bisa tinggal diam. Siapa bilang pasien tak punya kekuatan untuk merubah sistem kesehatan? Setidaknya, bila pasien 'bergerak', masalah kesehatan di Indonesia, utamanya kejadian pemakaian obat yang tidak rasional dan kesalahan medis tentu bisa diturunkan.

Dikutip dari buku "Smart Patient" karya dr. Agnes Tri Harjaningrum
— with Siti Maimunah and Lailie Amir.

:)

Tuesday, April 24, 2012

Berkat VS Masalah

Perusahaan tempat saya bekerja adalah perusahaan dagang dengan basis yang kuat. Tiap hari Senin, Rabu, dan Jumat kami ada doa pagi bersama seluruh karyawan. Dan tiap hari Senin, adalah hari para marketing untuk naik ke ruangan Pak Boss setelah doa pagi bersama, dan kami share serta doa lagi.
Minggu ini, masih melanjutkan share dari dua minggu sebelumnya. 

Dua minggu sebelumnya diumpamakan bahwa musuh kita bagaikan raksasa yang sebnarnya belum tentu ada/berbahaya. Dan minggu lalu, pembahasan kami mengenai untuk selalu berjalan dalam lingkaran iman. Tidak terlalu dekat/cepat supaya tidak mendahului rencana Tuhan. Juga tidak terlalu jauh, agar kita dapat tetap berjalan bersama dengan Tuhan.

See The Bless.

So, there came again another day with blackberry activities. Every day if you can say, However, another effect as a blackberry user is that Broadcast Message (BM) attack! :D
Sometimes, the BM can be one which is so meaningful. Can be also an urgent information. Sometimes can also an announcement. One day they can be a some motivational stories, and sometimes could be just annoying "hello" or "Contact Test."  The last one is the most annoying which I will just immediately delete it without even open the message.

Friday, April 20, 2012

Inggris-British

Beberapa minggu terakhir ini, saya mencekoki diri dengan serial detektif. Saya memang maniak film/serial/komik/novel/cerpen/cerita bertemakan Detektif. Spesialnya di serial ini, karakter utamanya rupanya orang Inggris. Padahal ini film Hollywood dengan setting di USA. Jadilah dia sangat menonjol dengan logat British yang super keren itu.

Mendengar logat dan pemilihan bahasa yang digunakan juga membut telinga lebih dimanjakan. Begitu. Berhubung saya juga suka nonton film-film sepakbola, yang rata-rata settingnya di Inggris, jadi saya memang cukup paham dengan perbedaan kata-kata yang digunakan.

By the way, intinya sih, saya kepingin aja belajar English-British. Dulu, semasa SD saya pernah belajar bahasa Inggris dan guru lesnya itu senang dengan logat saya. Karena logat saya Holland Sprechen begitu. Logat itu saya dapat karena Opa saya Belanda nong nong, dan Oma saya orang Kupang yang memang banyak Hollander dan logatnya mirip Belanda. Plus, Ompung saya hidup semasa penjajahan Belanda, dan sering bercakap-cakap dalam Bahasa Belanda, sebagai bahasa kedua yang almarhumah kuasai.
Sayangnya, seiring berjalannya waktu, dan saya yang semakin Surabaya, jadi logat Belanda itu menghilang. Hehe.. Sayang ya? Ya kan? Sayang ya, kan? :)

Itu dulu aja. Oh ya, satu lagi, di film sherlock Holmes, kenapa semua pemerannya berlogat Inggris dengan cakepnya, sementara si Sherlock malah American accent? Sayang aja gitu.
Ok, deh. Saya mau cari-cari tempat les dulu.

Tuesday, April 10, 2012

Manusia Itu...

With Friends. Have Fun. Eva Tarida Pict
 
"Manusia itu makhluk yang bodoh. Mereka dengan mudah membenci dan bertikai dengan sesamanya hanya karena hal yang sederhana. Padahal jauh dalam hati mereka, nggak ada seorangpun yang menginginkan pertikaian. Makanya, kalau kita sedikit saja memikirkan tentang orang lain, kita pasti bisa melewati halangan sebesar apapun." ~ Tessho Iwashiro (Wild Life .22)

A Doll For My Sister and White Roses For Mom

I was surfing around my Facebook. And visiting one of my friend's page (she got timeline by the way.. Euwh..)
Then my eyes caught on an article she shared..
here it is, I want to share it once again:

*******************************************************************************
(This article I 100% Copied and pasted it. Source here.

Really heart touching.........

I was walking around in a Big Bazaar store making shopping, when I saw a Cashier talking to a boy couldn't have been more than 5 or 6 years old..

The Cashier said, 'I'm sorry, but you don't have enough money to buy this doll. Then the little boy turned to me and asked: ''Uncle, are you sure I don't have enough money?''

I counted his cash and replied: ''You know that you don't have enough money to buy the doll, my dear.'' The little boy was still holding the doll in his hand.

Finally, I walked toward him and I asked him who he wished to give this doll to. 'It's the doll that my sister loved most and wanted so much . I wanted to Gift her for her BIRTHDAY.

I have to give the doll to my mommy so that she can give it to my sister when she goes there.' His eyes were so sad while saying this. 'My Sister has gone to be with God.. Daddy says that Mommy is going to see God very soon too, so I thought that she could take the doll with her to give it to my sister...''

My heart nearly stopped. The little boy looked up at me and said: 'I told daddy to tell mommy not to go yet. I need her to wait until I come back from the mall.' Then he showed me a very nice photo of him where he was laughing. He then told me 'I want mommy to take my picture with her so my sister won't forget me.' 'I love my mommy and I wish she doesn't have to leave me, but daddy says that she has to go to be with my little sister.' Then he looked again at the doll with sad eyes, very quietly..

I quickly reached for my wallet and said to the boy. 'Suppose we check again, just in case you do have enough money for the doll?''

'OK' he said, 'I hope I do have enough.' I added some of my money to his with out him seeing and we started to count it. There was enough for the doll and even some spare money.

The little boy said: 'Thank you God for giving me enough money!'

Then he looked at me and added, 'I asked last night before I went to sleep for God to make sure I had enough money to buy this doll, so that mommy could give It to my sister. He heard me!'' 'I also wanted to have enough money to buy a white rose for my mommy, but I didn't dare to ask God for too much. But He gave me enough to buy the doll and a white rose. My mommy loves white roses.'

I finished my shopping in a totally different state from when I started. I couldn't get the little boy out of my mind. Then I remembered a local

news paper article two days ago, which mentioned a drunk man in a truck, who hit a car occupied by a young woman and a little girl. The little girl died right away, and the mother was left in a critical state. The family had to decide whether to pull the plug on the life-sustaining machine, because the young woman would not be able to recover from the coma. Was this the family of the little boy?

Two days after this encounter with the little boy, I read in the news paper that the young woman had passed away.. I couldn't stop myself as I bought a bunch of white roses and I went to the funeral home where the body of the young woman was exposed for people to see and make last wishes before her burial. She was there, in her coffin, holding a beautiful white rose in her hand with the photo of the little boy and the doll placed over her chest. I left the place, teary-eyed, feeling that my life had been changed for ever...

The love that the little boy had for his mother and his sister is still, to this day, hard to imagine. And in a fraction of a second, a drunk driver had taken all this away from him.

Please DO NOT DRINK & DRIVE.

Now you have 2 choices:

1) Forward this message, or

2) Ignore it as if it never touched your heart.

For those who prefer to think that God is not watching over us.... go ahead and delete this. For the rest of us..... pass this on.

The value of a man or woman resides in what he or she gives, not in what they are capable of receiving.

For more sharing --> http://www.facebook.com/AndyLullaby
*********************************************************************************

Thanks God for giving me once again something to think about and to be done in life.

Monday, April 09, 2012

Long Weekend

Barusan saja kita mengalami kebahagiaan. Adanya Long Weekend. Dari tanggal 6 April sampai 8 April (Friday to Sunday). Dikarenakan adanya perayaan Good Friday (Jumat Agung) dan Easter (Paskah). Sebagai pekerja yang baik, tentunya long weekend ini dimanfaatkan sebaik mungkin untuk jalan-jalan dong :DJadilah kami sekeluarga merencanakan getaway ke Batu-Malang. Sehari aja di tanggal 7 April 2012.

Oh iya!! Sebelumnya, pacar saya yang dari Purwokerto datang lho.. Haha.. Rencana sih dia mau ikutan ke Batu-Malang tanggal 7 itu. Tapi nggak jadi. karena keluarganya pada ngumpul. Oke deh :p

So, Papa yang belum pernah ke Jatim Park 2, di daerah oro-Oro Ombo Batu, malang pun langsung memplotkan jadwal Sabtu itu ke sana. Berangkat pagi-pagi jam 7.30 WIB. Kami lewat arteri porong yang baru. Lumayan deh, Nggak terlalu macet. Entah karena jalan baru atau memang gara-gara kita berangkat pagi! Hahahaa.. :p

Berhubung saya sudah pernah ke sana, jadi tidak terlalu antusias. Tapi tetap bahagia karena bisa keluar dari sumuk dan gerahnya Surabaya! Hehe.. Seperti biasa, kalau ke kebun binatang, saya pasti paling suka ke kandang Singa. I always love Lions!! Somehow they are amazed me! Especially when they are roaring!! Woooo!!!! Apalagi kemarin itu pas banget mereka jadwalnya dikasih makan. Tiga ekor singa menunggu daging diturunkan dari atas dengan menggunakan pancingan. Yang seru adalah saat salah 1 dari singa itu berhasil loncat dan mengambil daging itu! Langsung mereka bertiga mengaum dan berebut! Luar biasa!!!

Oke deh. Selain luar biasanya si Raja Hutan, saya juga terpana di salah satu spot dekat wahana air. Pengelola membuka panggung kecil. Di sana tampilah PHAWAK. Sebuah band (atau gimana nyebutnya ya.. Musikus kali..) dari Bolivia, Amerika Selatan. Mereka bermusik dan bernyanyi dengan beberapa kalimat yang jujur tidak kumengerti. Menggunakan alat-alat musik tradisional Indian. Plus! ditambah dengan tari-tarian Indian pula. Ohya mereka pakai kostum Indian juga! Keren!. Cari-cari info sedikit di mbah Google, rupanya mereka dari suku INCA begitu.

PHAWAK at Batu Secret Zoo. Eva Tarida Pict

PHAWAK at Batu Secret Zoo. Eva Tarida Pict

Me with PHAWAK on behind :). Eva Tarida Pict
PHAWAK at Batu Secret Zoo. Eva Tarida Pict
 
 Pada dasarnya saya adalah penggemar lagu-lagu dan musik serta irama seperti itu. Jadi begitu saya melihat di sisi kiri mereka ada jual CD-CD mereka, langsung deh saya beli satu :D. Sayangnya keluarga saya pada buru-buru, jadinya saya nggak bisa minta tandatangan di CDnya deeehh... :(

Ahh. Next.. Hujan deras tiba-tiba turun begitu saja di tengah-tengah kami asyik menyusuri Batu Secret Zoo di Jatim Park 2 itu. Setelah selesai, kami makan sebentar di Food Court, dan lanjut ke Museum di sebelahnya. Agak membosankan sih kalau di Museum. Apalagi setelah lihat hewan aslinya di Kebun Binatang sebelah. Untung aja ada diorama Dinosaurus yang seru :D

Selesai dengan petualangan di Jatim Park 2, kami memutuskan untuk pulang. Tapi sebelumnya mau mampir di Toko OEN di Malang. Adik saya promosi gitu. Katanya keren. Nuansanya oldies seperti Zangrandi di Surabaya. Jadi kami muter-muterlah sampai ketemu itu Toko OEN. Dan beneran keren! Saya suka sekali keaslian zaman Belandanya. Dan Mama berasa nuansa Negaranya dia tuh. Mana Menu yang ada ditampilkan dalam tiga bahasa pula: Indonesia, Inggris, Belanda! Goed.. Goed.. :D

Toko OEN, Malang, With My Sister There. Eva Tarida Pict

Tri-Lingual menu Book at Toko OEN, Malang. Eva Tarida Pict
Toko OEN. The Chairs and Tables. Eva Tarida Pict.
Toko OEN. Eva Tarida Pict

Mungkin karena ke-jadulannya itu lah maka banyak turis mancanegara yang stop dan makan di sana atau sekadar beli oleh-oleh. Dan karena itu pula, harga makanannya boleh dibilang cukup mahal.. haihh.. Emang beda lah resto yang menjaga keaslian dan juga menjual suasananya. :)

Oke deh.. Sekian dulu petualangan Long Weekend saya.
 all image courtesy: Eva Tarida Sitompul.
Put the credit when you grab it. or wisely ask me. Thanks.


Thursday, April 05, 2012

Jepangnya di Surabaya

Anyway, kalau ada yang ingat tulisan saya tentang bekerja dalam naungan orang Jepang beberapa waktu lalu, sudah seminggu ini boss Jepunnya lagi ada di kantor Surabaya beserta anaknya yang juga asistennya.
Lantas, memangnya ada apa? Ya nggak apa-apa. Seperti yang saya sudah bilang kalau saya sedang ingin saja untuk mencurahkan isi kepala.

Writing

I wanna write something.
Every time I'm surfing the internet, I always had something in mind that I thought could be written in this blog space. Even sometimes on daily conversation I always have a topic or partial to be written down.
I always feel to writing.
Somehow, when I already face the blank space. Sometimes all I do is just close the "create post" tab and go on reading anyone's blog post.
I was eager to read Satria Anandita and Yocki Kay blog. Somehow, it's annoying that they aren't updating their blog lately. :p

Monday, April 02, 2012

Manipulation

HOME Theater. Eva Tarida Pict


"The problem with manipulation, is that the people can turn on you!" - Horatio Caine (CSI:Miami)

Everybody is a Comedian


Home Theater. Eva Tarida Pict


Everybody is a Comedian - Eric Delko (CSI:Miami)

YEAAAHHH!!!

CSI:Miami Opening scene. Yeaahhh!!!


Keep on watching it. :) Like I always say, I love detective movies. Thank God this series still rolling on TV till now :)

Quotes

Hang Together. Eva Tarida pict


"Mr. Wolfe at the end of the day, if we don't hang together, we'd die alone" - Horatio (CSI:Miami)

Quotes



Jika kamu membuka peluang untuk disakiti, kamu akan disakiti - Johan Cruyff (buku: Marco Van Basten era AC Milan dan Oranye)