Showing posts with label Study. Show all posts
Showing posts with label Study. Show all posts

Tuesday, April 10, 2012

Manusia Itu...

With Friends. Have Fun. Eva Tarida Pict
 
"Manusia itu makhluk yang bodoh. Mereka dengan mudah membenci dan bertikai dengan sesamanya hanya karena hal yang sederhana. Padahal jauh dalam hati mereka, nggak ada seorangpun yang menginginkan pertikaian. Makanya, kalau kita sedikit saja memikirkan tentang orang lain, kita pasti bisa melewati halangan sebesar apapun." ~ Tessho Iwashiro (Wild Life .22)

Thursday, August 25, 2011

Celetukan Semasa Skripsi

Gara - gara hobi baca blog si Satria, saya jadi makin rajin nge-post.
Post kali ini juga diilhami dari tulisan terakhir dia di blog. Yang pingin tahu, bisa langsung aja visit di link ini:
Banyak tulisan dia di dalam post itu yang saya setujui. Banyaknya kerancuan dalam berpikir dan mengartikan suatu hal yang sudah berakar dan turun-temurun dalam pikiran kita. Seperti contoh-contoh yang Satria jabarkan:
Wajib BELAJAR apakah berarti wajib SEKOLAH? Pernikahan = PerCintaan?  Beragama = BerTuhan?
Hal-hal seperti itulah. Dan saya setuju. Mentah-mentah. Ya!

Lantas saya ingat percakapan dengan seorang teman yang terjadi kira-kira 1 - 1,5 tahun silam. Saat itu saya disibukkan dengan urusan Skripsi.
Saya, walaupun setuju dengan pendapat Satria dalam postingannya, tapi saya suka-suka aja menempuh pendidikan samapai jenjang kuliah. Bisa dibilang, banyak hal baru yang saya dapat dari lingkungan akademis. Termasuk pembuktian kalau tidak semua orang yang mengenyam pendidikan sampai gelar berjajar-jajar itu benar-benar "berpebdidikan" oke, "beretika" :) 
Ah, plus, saya suka dengan objek penelitian saya di Skripsi ini. Hehe..

Oke, back to topic. Singkat kata, kami sama-sama sedang dalam pengerjaan skripsi, hanya saja saya sudah 1 langkah lebih cepat dari teman saya ini. Dia, dalam hal ini menyukai metode yag digunakan, kurang menyukai objek skripsinya, namun sangat suka dengan pembimbing skripsinya - yang sama persis dengan saya - saat itu. Saya juga sangat suka dengan pembimbing Skripsi saya. Beliau berdua luar biasa :)
Saat sedang asyik ngobrol berdua dengan teman seperjuangan saya ini, obrolan kami jadi ngalur-ngidul. Membahas berbagai macam hal. Sampai ada satu topik dia nyeletuk :
Teman: "Duh, nggak habis pikir sama orang yang njahit skripsi di orang atau jasa-jasa gitu. Kenapa sih mereka nggak mau usaha sendiri? Kok bisa-bisanya mereka kayak gitu. Masa sih nggak malu?" 
Kurang lebih seperti itulah celetukannya.Yang entah kenapa saat itu juga refleks saya timpali 
Saya : "Ya nggak tahu juga kenapa. Menurutku sih urusannya masing-masing. Memang aturan kampus nggak boleh njahit skripsi. Tapi kan kita nggak tahu latarbelakang dia kuliah kenapa"
Teman : "Ya tapi kan ini Skripsi dia sendiri. harusnya dia lebih mbelani. Berusaha mencintai skripsinya."
Saya : (hampir tertawa) " Waahh ya susah juga. Siapa yang tahu kalau dia meang nggak mau skripsi? Jangan-jangan dari dulu juga nggak mau kuliah?. kalau dia emang pada dasarnya nggak niat kuliah, terpaksa, mau nggak mau harus skripsi untuk jadi sarjana, ya jalannya lain, lah"
Teman : "Ya mungkin sih. Tapi menurutku nggak masuk akal"
*****
Percakapan itu berhentinya begitu saja. Ngambang. Saya sendiri memang tidak mentolerir diri saya sendiri untuk skripsi njahit (pakai jasa pembuatan skripsi). Karena saya dengan sadar memilih jalan yang saya tempuh ini (walaupun awalnya setengah hati). Tapi njahit Skripsi atau tidak, menurut saya bukan ukuran untuk apapun sebelum kita tahu latar belakangnya.
Sekarang, yang mana yanag akan lebih kita hargai:
1. mahasiswa yang akhirnya DO dari kampus karena masa studi sudah habis dan tidak selesai Skripsi?
2. mahasiswa yang OD (Out Dhewe; keluar sendiri) karena "tidak sanggup" lagi menghadapi tuntutan kuliah yang membebaninya?
3. mahasiswa yang akhirnya berhasil lulus, menjadi sarjana, ikut seremoni wisuda + foto bersama, tapi skripsinya nggak orisinil buatan sendiri?

Ada yang bisa menjamin di antara 3 pilihan di atas tidak akan bisa menghasilkan uang untuk hidupnya? Tidak bisa bekerja? Tidak bisa menempuh pendidikan lain?  Atau ada yang bisa menjamin seorang lulusan S1 dengan gelar cumlaude dengan Skripsi hasil memerah otak sendiri dapat memperoleh pekerjaan secepatnya? Sesuai hasratnya? Sesuai kemampuannya? Ah, atau, sesuai Studi keilmuannya?
Saya sendiri, Puji Tuhan, lulus dengan hasil jungkir balik otak saya sendiri, dan berhasil dapat pekerjaan yang ajeg, gaji yang lumayan, dan melenceng dari studi keilmuan saya :)

:)

Tuesday, June 14, 2011

Japanese

Kalau lagi mantengin twitter.com seringkali, salah seorang teman saya, @indonesianly bertutur mengenai pekerjaannya. Yang paling sering sih seberapa larutnya dia harus pulang, sampai-sampai hari Sabtu pun bisa pulang sampai malam. Salah satu twitnya yang hampir beberapa kali dia post dengan nada serupa adalah demikian "Ya ampun, jam segini masih di kantor aje.. Yah gini nih kerja ikut Jepang." 

Ungkapan dia di twit itu tidak berarti dia benar-benar bermajikankan orang Jepang. Hanya saja, ungkapan itu sering digunakan kalau dalam situasi pekerjaan yang menuntut banyaknya pekerjaan yang harus diselesaikan, atau lamanya waktu yang harus dihabiskan. 

Kurang tahu juga sih, persisnya dari mana asalnya ungkapan itu. Mungkin, mungkin ya, karena Indonesia dulu pernah dijajah Jepang dan ada sistem kerja paksa yang disebut Romusha. Atau kerja Rodi saat bangsa Indonesia dijajah Belanda. Atau bisa juga karena warga Jepang yang dikenal sangat disiplin dan gila kerja. Sehingga hampir sepanjang hari mereka harus bekerja. Mungkin ya. Ini masih perkiraan saya asal-usul dari ungkapan tersebut.
Well, yang jelas secara ala kadarnya kami bisa mengerti maksudnya mengutarakan lelahnya dia dengan ungkapan tersebut.

Di kantor tempat saya bekerja, saya bersyukur bisa bertemu dengan berbagai partner dari berbagai macam negara seperti Finlandia, Singapore, China, Amerika, Austria, U.K, Jepang, India, dan masih banyak lagi. Simply because I am working in Export-Import Trading fields
Di antara sekian banyak principal, Principal kami dari Jepang memiliki kantor rekanan di Indonesia, di Surabaya, dan meminjam beberapa meter persegi di kantor tempat saya bekerja. Tak jarang sang Japanese datang juga di kantor. 

Mengingat ungkapan teman saya itu tadi, saya pun bertanya pada salah satu kolega saya asli Indonesia yang sudah hampir 20 tahun bekerja dengan kantor rekanan Jepang tersebut di Indonesia.
Saya tanya pda kolega saya itu, seringkali orang menganalogikan kerjaan yang berat, lama, dan sejenisnya itu dengan kerjo melok Jepang (Kerja ikut Jepang). Nah, karena kolega saya itu orang yang benar-benar kerja ikut Jepang, saya tentu pingin tahu dong seperti apa kenyataannya. Percakapan nan menyenangkan itu saya rangkum dalam 5 twit dalam twitter saya.

The Tweets from @Evatarida by Eva Tarida
Dalam 5 tweets tersebut saya menulis:
1) Japanese really concern with time. U promised to pick them at 8, u arrive 7.55, the Japanese already there!
2) Trust is the main thing! Once we have their trust, everything will be fine - as long as we are not ruining it.
3) Once you lost their trust, it'd be super hard to gain it back. A very hard! Especially in business matter.
4) When we are a newbie, they'll give u international jobs with local salary. Sad? Yeah! But it's the time to prove yourself and gain more.
5) Never give stupid reason(s). Traffic jam will be a boomerang for u. Better direct give apology. Reasons only if really meant!
Disiplin adalah nama tengah mereka rupa-rupanya. Sehingga manajemen waktu tentu salah satu hal yang trend di sana. Kolega saya berbagi cerita sewaktu dia ikutan rapat di Jepang. Semua harus pay full attention! Tidak boleh ada kesibukan sendiri. Kalau memang kamu merasa sedikit boring atau lelah atau mengantuk, you better stay quiet.
Begitu rapat memasuki masa istirahat, mereka pun memanfaatkan masa istirahat itu 100%. "Sampai-sampai, ada yang agak ngantuk ya langsung merem (memejamkan mata) sambil duduk dan tidur sebentar." Ujar teman saya. "Begitu jam istirahat selesai, ya sudah, langsung bangun lagi dan melanjutkan rapat." lanjutnya.

Pengalaman lainnya adalah saat kolega saya dan Japanese partner nya ada janjian meeting dengan orang Indonesia. Saya sebenarnya malu setengah mati nih nulis ini. But it's worth it ;). Oke, singkatnya, janjian pukul 10 di salah satu cafe. Seperti yang saya tulis di tweet nomor 1 saya, maka sebelum jam 10 kolega saya dan rekanan dari Jepangnya sudah menunggu di Cafe (which he and the Japanese had a very fun time last night until dawn).
Di satu sisi, seperti yang kita tahu salah satu kebiasaan buruk masyarakat Indonesia adalah adanya jam karet. Rekanan bisnis dari Indonesia terlambat datang. Sekitar pukul 10.10 datanglah tamu yang ditunggu. Bukannya langsung menghampiri kolega saya dan rekanan Jepangnya, rupa-rupanya rekanan bisnis dari Indonesia ini bertemu temannya yang juga ada di Cafe tersebut. jadilah dia "mampir" sebentar sekitar 2-3 menit untuk menyapa temannya tersebut baru kemudian menemui kolega saya dan rekanan dari Jepang itu.

What happened next? Yah, mereka saling tegur sapa. senyum, dan the Japanese-san langsung berdiri, mengungkapkan kekecewaannya dengan kalimat panjang nan tegas "Kita janjian dari jam 10, dan saya sudah menunggu Anda, terlambat 10 menit. Saya lihat Anda datang, tapi Anda malah mengobrol dulu dengan teman Anda. Yah, terima kasih untuk waktunya, sekarang saya mau pulang dulu. Selamat pagi." Senyum. Jabat tangan. pergi. Bye-bye. No Business.

Yup! Benar-benar nggak sampai 5 menit, rencana percakpan bisnis untuk deal proyek itu pun dibatalkan oleh pihak Jepang dan digagalkan oleh pihak Indonesia. Bisa dibilang calon business partner dari Indonesia dan kolega saya yang menemani rekanan Jepang itu pun agak terbengong. Spontan, di perjalanan, kolega saya bertanya, "Nggak apa-apa ditinggal dan nggak jadi bicara proyek? Nggak sayang proyeknya?" Jawabannya simpel "Kami bekerja tidak hanya lihat bisnis, tapi juga manner seseorang. Manner penting untuk bekerja sama."
Yap. Very interesting. :) Hope we can adapt their positive in Discipline and appreciate the time more and more :)

Important: All Photos are Eva Tarida courtesy. Contact me in private if you wanna get the original. 

Monday, June 13, 2011

Mungkin. Saya Tidak Tahu

Hari Minggu yang barusan lewat sedikit menjemukan. Selain kondisi tubuh kurang fit, suasana juga kurang enak.
Untungnya ada media Twitter yang cukup menghibur. Lempar tangkap balas-balasan twit pun terjadi cukup frequent. Selebihnya, saya habiskan juga untuk melahap komik-komik yang sudah saya baca lebih dari 3 kali sebelum dikembalikan ke persewaan. Ya, saya adalah pecinta berat komik! Mulai dari yang 1 series only macam serial cantik, serial seperti Flash of Wind, Topeng Kaca, detektif macam Conan, Kindaichi, Host Detective Agency, komedi macam Kariage-Kun, Kobo-Chan, sampai yang cukup berat seperti Death Notice, Homonculus, etc.

Mata kembali memantau perkembangan TL di Twitter. Percakapan seru beberapa jam yang lalu menjelang tengah malam memang cukup seru. 
Sebuah umpan manis dari rekan @ardinasetiorini ditangkap dengan baik oleh beberapa rekan yang paham maksudnya yang tersirat itu. Seperti @ilovetiasomuch , @indonesianly , @chris_tuper dan yang lainnya. Termasuk saya.

Beberapa orang yang sudah lepas dari 'kungkungan' dengan losss mengungkapkan apa yang ada dalam pikirannya. Semua kegundahannya, semua caci makinya, semua ketidakpuasannya, dan sebagainya.
Sebagian yang masih harus bertahan 1-2 semester lagi, bersikap lebih hati-hati. Mengusahakan agar jangan terlalu vulgar. Ada pula yang lebih berani lagi memberi hint-hint yang makin mendekati nyata. Maksudnya ya, semakin mendeskripsikan sosok dalam topik tersebut. Ada pula yang bermain sangat aman dengan menuliskan pendapatnya dalam twit terpisah, maksud saya tidak ikut me-reply dan meneruskan percakapan yang sudah terlanjur terjadi. Beberapa malah tidak mau turut campur namun menuliskannya juga dalam twitnya kalau mereka tidak mau turut campur. Yang ini cukup lucu menurut saya. Tapi ya sudahlah, apa hak saya? Wong bukan saya yang kasih mereka makan!
Ada pula yang menegur agar tidak usah diteruskan lagi karena tidak dewasa. 

Di sini saya diam. Bukan karena ditegur, melainkan jengah dengan kata-kata tidak dewasa itu. Sampai sejauh apa tindakan seseorang dikategorikan kekanak-kanakan atau pun dewasa? Apakah pengungkapan nama buruk secara tersirat itu bentuk ketidakdewasaan?
Apakah pengungkapan kekesalan yang ternyata dirasakan juga oleh banyak orang itu merupakan bentuk ketidakdewasaan?
Kalau iya, disebut apa dong orang yang sudah tahu tapi diam saja, tidak mau peduli? Disebut apa orang yang dipercaya untuk dapat memberi bantuan tapi sekenanya sendiri? Disebut apakah orang yang diberi cerita untuk ditindaklanjuti (bicara mengenai jabatan) tapi diam saja karena (mungkin) terganjal jabatan dan kepentingan? Disebut apa orang yang tahu adanya ketimpangan tapi tidak mau peduli karena tahu akan merugikan dirinya kalau-kalau namanya terseret?
Tidak tahu juga saya. Mungkin ada sebutan-sebutan lain. Mungkin bukan tidak dewasa. Mungkin bisa jadi disebut munafik? Anti-sosial? Pengecut?
Saya tidak tahu juga. Mungkin saya perlu menyelami kamus besar bahasa Indonesia untuk paham betul definisi-definisi yang saya paparkan itu untuk mewakili kata apa saja.

Atau mungkin, saya hanya bertindak tidak dewasa dan kekanak-kanakan? Saya tidak tahu.

Sunday, May 01, 2011

Where Will I Go After This?

I was having a chat someday with one of my friend. Good friend actually. We were met on college for took the same department and then we always shared the same class. Until we chose the same concentration, which made us together longer and more often.

However, am not going to have a nostalgic writings here. It's just our chatting few days ago reminded me about how our passion was. Passion about a subject, a field. We were struggling till whatever whenever wherever however, and we were kept up our best to fulfilled our passion at that time.

In the middle of the super warm chatting, she suddenly asked me "Va, do u still want to work in M field? or u just already settled with that office work?" I was stopped for a moment. Thinking. What would my answer be? A quick arguments jumped and rolled in my mind. Then I answered her "Yeah, of course that field still attracted me. But, yeah, right now, I'd love to do that when all condition is proper and the stuffs are suited" right a way she answered "hahahahahaaa.. yeah when all is suited. A very nice one. Yeah we have to re consider again and again and again..."

It was just a short chat, which made me think. Where will I go after this? keep gazing around in here, or jump in to the next better level of me? or follow the passion in me? or WHAT? geezee...

Monday, April 18, 2011

Saya dan Jawa *ngoook* sentris

Ehm. Pertama-tama, saya mau pesan, kalau tulisan ini tidak punya makna rasis, maupun hal-hal sukisme. Maka, sebelumnya, perkenankanlah, saya minta maaf kalau-kalau ada yang menyinggung. Kalau rupanya, dari yang mampir dan kebetulan membaca ada yang tersinggung, atau emrasa saya diskreditkan, boleh lho langsung send comment :) Tapi, yang masuk akal dan sopan yah... Sip??

Oke,
Saya dari salah satu kota besar di Indonesia, Surabaya. Lahir dan besar di Surabaya. Orangtua saya bertemu dan menikah di Surabaya. Punya rumah di Surabaya, dan saya serta adik-adik saya lahir di Surabaya, eh kecuali yang paling bontot, dia lahir di Waru Sidoarjo, daerah Sidoarjo yang paling mefet sama Surabaya.
Orangtua saya bukan asli Surabaya. Papa memang besar di Surabaya, tapi beliau punya darah Medan 50%, Semarang 50%. Sementara mama, aseli KTI (Kawasan Timur Indonesia - Hayo.. siapa yang ngga ngerti?? :)  ) dengan 25% darah belanda. Auw auw.. saya ada bulelebonya dikiiittt :D

Jangan khawatir, tulisan ini nggak akan membahas kenarsisan saya. Justru, membahas betapa sempitnya saya. NOT LITERALLY yah. Tapi apa yang ada di dalam otak dan memory ini yang rupanya sangat sempit dan terbatas. Entah karena apa.
Sejak kapan saya mulai sadar kalau isi otak saya yang cukup pandai ini rupanya hanya berputar-putar di situ-situ saja? Sejak saya mulai berpacaran! Really! Saya ngga bicara tentang romansa. Kesempitan bahan dalam otak juga bukan masalah cinta-cinta L.O.V.E, melainkan tentang pengetahuan. Pengetahuan UMUM!!!
Jadi, begini sejarah dimulainya penghempasan harga diri kepintaran saya ke tanah air! Pacar saya juga orang dari daerah KTI. Nggak asli pula. Ada 25% Banjarmasin, 25% Arab, 25% Kupang, 25% Belanda! NAH LHO! do'i ngga mau kalah gado-gado sama saya! hahaa..
Pada awalnya, saya merasa superior. Selain karena track record nilai-nilai saya yang lebih bagus dan penyelesaian sylabus kuliah yang lebih mulus, juga karena penguasaan saya terhadap teknologi mutakhir berada beberapa belas langkah di depannya. Terasa menyenangkan kadang-kadang menggoda pacar saya yang agak-agak gaptek saat itu. Sekarang sih dia sudah cukup canggih, bahkan juga tahu beberapa fitur tambahan untuk gadget-gadgetnya. 

Perbedaan mulai terlihat, saat usia pacaran mulai bertambah. Kami sudah mulai berani saling serang dengan fakta dan data. Di situ saya harus mengakui satu hal: Saya Kalah Banyak Membaca.  Saya suka membaca - Komik, Novel (bukan tinlit-tinlit cengeng dkk) , Majalah, Koran (kadang). Tapi rupanya Pacar saya HOBI membaca, dan Sarapan dia adalah KORAN pagi. Buku profil orang-orang berpengaruh macam Karl Marx sudah dia lahap sejak SD. Mein Gott????? SD sih saya lebih suka baca novel terjemahannya Enid Blyton yang lucu-lucu. Kasus Munir pun dia ikutin saat dia masih SMP sampai kadar Arsenik yang merenggut nyawa pejuang HAM tersebut. Nah saya? memang cukup mengikuti tapi sambil pikiran 1/2 ngerti 1/2 ragu apakah Polycarpus itu sebenarnya (yang ternyata adalah nama orang. Maaf banget, saya benar-benar ngga ngerti saat itu).
Berhubung pacar saya orangnya gemar bercerita dan berbagi juga, jadilah saya serasa memiliki Google dan Wikipedia berjalan. Ngga hanya seputar Indonesia baru-baru ini, sejarah pun dia punya kemampuan TOP. Yang untungnya bisa cukup saya imbangi dengan hasil nilai 9 di rapor semasa Sekolah untuk mata pelajaran Sejarah ini. tapi tetap lho, kalau saya adu cerdas cermat untuk matapelajaran Sejarah, pasti saya kalah telak :(

Baru-baru ini, ada kisah mengenai Andalusia dari Pacar saya saat perjalanan pulang habis nge-date (uhuuy.. :D ) Kata "Andalusia" emang ngga asing buat saya, karena dalam sepak bola, ada istilah derby de la Andalusia. Oh, iya, kami berdua sama-sama maniak Bola. Dia Liverpudlian, saya MILANISTI :D 
Di situ saya dapat banyak fakta baru mengenai kejayaan Islam di Spanyol, sampai-sampai membentuk kerajaan. Dan mengapa Alm. Gus Dur menggunakan nama Abdurrachman, karena raja pertama kerajaan Islam di Andalusia bernama Abdurrachman. Saya lupa ada "Wahid" nya juga atau ngga.
Waktu dia melihat saya terbengong-bengong, dia spontan kaget dan tanya "Masa kamu sejarah dulu ngga diajarin????"  Sambil malu nan tegas saya bilang "Ngga tuh. Ngga dapat begituan"
Auch... 1 hal lagi yang buat saya kalah point.

Sebentar.. Kok daritadi jadinya kaya membandingkan isi otak saya dengan pacar saya? Hmm.....
Sudahlah, langsung lompat ke maksud saya menulis ini, ya...

Dari situ mulailah kami saling celetuk tentang "daerah asal" masing-masing. Biasa.. membanggakan daerah asal masing-masing dan menghina daerah asal pasangan! Haha...
Beberapa kebiasaan masih 'main tangan' di daerah Timur juga kuungkap, apalagi dari Guru ke Murid yang menurutku kok terbelakang banget caranya. Sementara dia mengungkap kebiasaan "rasan-rasan' yang dia temui hampir seluruh penduduk Surabaya lakukan, bahkan antar teman sendiri.
Kadang-kadang beberapa kesulitan yang dia temui bertabrakan dengan adat budaya dia dan orang Surabaya (baca: Jawa) pada umumnya, seringkali membuat dia nyeletuk "yo gini ini wong Jowo, wong Suroboyo!"
Dia yang mengungkapkan kebiasaan Wong Jowo yang kadang sudah terlalu merasuk di Indonesia, sampai protesnya Kenapa Presiden kudu orang Jawa? sampai ada beberapa hal yang menunjukkan ketidaksukaannya terhadap orang Jawa (padahal pacar dia ada Jawanya tuh! hahahahaaa). Kalau omongannya sudah mulai protes-protes tentang perilaku orang Jawa dan tanah Jawa, saya biasanya suka mengkonfrontasi dengan omongan seperti ini :
"Halah, kamu bilang Jawa A Jawa B Jawa C, toh yah masih aja kuliah di sini!" "Orang orang tuh aneh, bilang ngga suka sama A, tapi masiihhh aja ada di sekitar A, atau pakai produk dari A" atau "Tuh si Itol yang Arema kadang ngilok-ngilokno Bonek, yoh dia juga kuliah di Surabaya, kerja juga di Surabaya!" atau "Tuh orang-orang yang sok Anti-Indonesia, koar-koar Indonesia malu-maluin lah, apa, lah, tapi toh ya ga angkat kaki juga dari sini! masih buang kencing dan pup di sini, masih makan nasi kerak dari Indonesia" atau "Halaaah.. sama aja sama orang-orang yang koar-koar anti/benci sama ARB, tapi masiih aja nonton TVO*E, masih pakai produk ES*A" dst dst dst. 

Saat itu, mulailah dia mengkonfrontasi saya balik dengan kalimat teratur seperti ini, "Lho, kamu pikir orang KTI kenapa kok ke sini? Ya karena semuanya terpusat di sini." "Kenapa emangnya orang-orang daerah Timur lari ke sini semua? Karena segala pembangunan disedot hampir semua ke Jawa sini! Baru-baru ini aja daerah KTI mulai dapat angin segar. ada menteri-menteri yang  orang KTI." "Coba dulu, mana bisa kalau bukan orang Jawa?" "Pernah denger omongan orang-orang yang bilang supaya nikah sama orang Jawa aja supaya kariernya nanjak lebih gampang?" "Jangan salahkan banyak orang kawasan Timur yang sebel sama orang Jawa. Bahkan ada di daerah A (saya ga sebut yah), orang Jawa sangat dibatasi geraknya, karena mereka mau memajukan penduduk asli daerahnya." "Coba kamu ke daerah-daerah di Surabaya sini. Pasti ngomongnya harus boso Jowo walaupun pendatang juga harus usaha ngomong Jowo! Tapi kamu kalau ke daerah di Kupang, sebisa mungkin orang aslinya ajak ngomong pakai bahasa Indonesia karena tahu kamu pendatang."
Bener juga, sih. Untuk saya yang darahnya orang pulau, tapi mandek di Kota besar ini kadang kurang mengerti ada apa di luar tanah Jawa yang makmur dan serba ada ini. Fenomena anak-anak kecil mainan emas batangan di Papua pun belum tentu saya tahu kalau bukan karena petualangan jurnalisme saya.

Saya beruntung jadi seorang manusia dengan keturunan banyak daerah di Indonesia dalam darah saya. Dengan begitu saya nggak merem 100% dengan kehidupan di luar tanah Jawa. Yang nggak bisa saya bayangkan itu orang yang hidupnya ya muter di situ-situ aja, dengan pergaulan orang sejenis itu-itu saja.

Ngoook.. Semoga Pembangunan Jawasentris ala Orba bisa mulai diratakan ke semua daerah Indonesia.



Wednesday, April 06, 2011

April, the 4th Month of the Year

April 2011 Calendar. Source: here
 Here we are now, entering the 4th month of the year. April.What so special on it?
Guess, first of all, because of the April Fool's Day which greets us on the very front gate.
Even though I wasn't celebrating the April Fool's day anyway. I mean it, I wasn't did anything foolish in purpose. I mean, I did no bullshit on that day. I just kept worked all day, because it wasn't a holiday here in Indonesia.
Of course with all the glory, I'd respect the 1st of April more and more if my government make it as a national holiday! hahahaaa.. Super, right?

Okay, what's next? For my personal life.. Ehm..
Okay, there was a new guy in the office. In another division, but we gather in the same big room. SO, I can easiy said that our office is now merrier :)

Okay.. what else? Ehm.. for my boyfriend, perhaps this month is a rush month for him, because the deadline of his Thesis is  in the middle of April. WOW. And this means I, definitely have to help him as great as I can :) GOOOOO!!!!

Ahhh.. there's more.. haha there was a derby de la madonnina this early April, and my fave team, ACMILAN won it against Inter Merda with 3 - 0 score!!! HAHAHAHHAAA :)
SUPER, Ragazzi :)

What more?
Since this is still the 6th day of this month, perhaps it'd be too early to conclude this April. As far, I love this month. Ah! Anyway, it's a short month, and I am expecting the sooner salary.. hahahahhaaaaaa :)

Tuesday, November 09, 2010

Teater atau Sinetron

Teater atau Sinetron?

Dalam kehidupan yang penuh dengan berbagai aspek, seni muncul sebagai penyeimbang hidup kita selain rasio. Seni memiliki beberapa cabang yang sudah sangat kita kenal, contohnya seni musik, seni suara, seni tari, seni lukis, seni pertunjukan, dan lainnya. Salah satu cabang seni yang saat ini sedang sangat menjamur di tanah air adalah seni pertunjukan, baik sinetron, maupun teater. Banyak aktor dan aktris yang tergabung dalam keduanya, atau berpindah dari teater ke sinetron dan sebaliknya. Beberapa nama aktris dan aktor yang sudah sangat kita kenal yaitu Adi Kurdi, Butet Kertaradjasa, Cornelia Agatha, Happy Salma, Sarah Sechan, Wulan Guritno, Rachel Maryam, dan masih ada deretan nama-nama lainnya termasuk ke dalamnya.

Butet Kertaradjasa yang berangkat murni dari teater, mulai dikenal di dunia film Indonesia semenjak ia berperan sebagai salah satu tokoh di drama parodi politik di salah satu stasiun televisi swasta kita. Bahkan, beliau juga bermain dalam salah satu teater politik yang diputar di stasiun televisi swasta kita bersama dengan beberapa aktor teater yang –mungkin- kita tidak pernah tahu atau bahkan kita lihat sebelumnya. Bahkan, baru-baru ini ada suatu pementasan teater yang melibatkan beberapa pesinetron tenar di Indonesia.

Melihat fenomena ini, banyak sekali yang bertanya-tanya, ”Memang, apa sih bedanya teater dan sinetron?”.
Pertanyaan ini sangat sering diutarakan, bahkan oleh para pelaku (pemain teater dan sinetron) sendiri. Pertanyaan ini timbul juga karena ada beberapa pernyataan yang menyatakan bahwa dalam teater, kita dituntut untuk lebih ekspresif, pelatihan-pelatihan untuk menjadi pemain teater dikatakan sangat susah dan berat. Padahal, dalam kenyataannya, yang ditunjukkan dalam pementasan hampir sama dengan sinetron yang ada di televisi-televisi kita. Jadi, sebenarnya, apa sih perbedaannya?

Dari segi definisi kata, teater (theater) berasal dari kata Yunani, Theatron yang berarti ”tempat untuk menonton” adalah salah satu cabang seni pertunjukan yang berkaitan dengan akting atau seni peran di depan penonton dengan menggunakan gabungan dari ucapan, gestur (gerak tubuh), mimik, boneka, musik, tari, dan lain-lain. Teater dapat berbentuk opera, ballet, kabuki, pantomim, taboo, dan lain sebagainya.
Sementara sinema elektronik, yang lebih dikenal dengan akronimnya yaitu sinetron, adalah sandiwara bersambung yang disiarkan oleh stasiun televisi. Sinetron pada umumnya bercerita mengenai kehidupan manusia sehari-hari yang diwarnai oleh konflik. Akhir dari suatu sinetron bisa beragam, tergantung dari penulis skenario.

Dalam pelaksanaannya, sinetron memang lebih fleksibel, karena episodenya dapat diperpanjang berdasarkan kebutuhan, yang salah satunya untuk tujuan komersial. Misalnya, sinetronnya sedang naik daun, banyak iklan yang dipasang, dan berbagai alasan lainnya. Dalam teater, justru kita tidak dapat terlalu memperpanjang ceritanya, karena dapat membuat para penonton cenderung bosan. Dalam penayangan sinetron, ada iklan yang menjadi waktu rehat penonton, sementara dalam teater, penonton dituntut untuk berkonsentrasi pada keseluruhan pertunjukan yang disajikan.
Beberapa perbedaan secara teknis dan cara penyuguhan juga lumayan mencolok dalam teater dan sinetron. Dalam seni teater, pengucapan vokal harus sangat kuat, penggunaan ekspresi emosi harus extreme dan make-up panggung juga harus tegas dan sedikit lebih extreme, karena penampilan dilakukan di atas panggung, sehingga suara, ekspresi dan riasan wajah yang mendukung harus sampai hingga ke penonton di barisan paling belakang. Selain itu, penampilan show dari awal hingga akhir harus sempurna, karena tidak ada jeda maupun pengulangan adegan. Antar pemain harus benar-benar kompak dan slaing mengisi, karena bila salah satu kacau, maka hancurlah seluruh pertunjukkan.
Sementara itu, dalam seni drama sinetron, tidak memerlukan pengucapan vokal yang kuat, karena diperkuat dengan microphone, emosi tidak perlu kuat, karena akan diperkuat oleh kamera yang mengambil secara short shoot atau close up. Make up juga tidak harus berlebih, karena akan diperkuat dengan efek kamera. Setelah itu, adegan dapat diambil secara partial dan dapat diulang bila terjadi suatu kesalahan.

Berdasarkan beberapa ulasan di atas mengenai teater dan sinetron. Dimulai dari definisinya, penerapan, hingga perbedaan secara teknisnya, maka dapat disimpulkan, bahwa teater dan sinetron memanglah dua cabang yang berbeda dari suatu seni pertunjukan, tapi tetap saja merupakan suatu penampilan yang dikemas secara apik sesuai dengan standar masing-masing untuk dinikmati oleh penonton kalangannya masing-masing.(ets)


 Posting ini adalah tugas kuliah saya yang juga pernah dimuat di sini

MyThesis

Just wanna share the link to catch up my thesis : here
:)
Suddenly remember those moments. Hahaha...

Monday, November 08, 2010

Pengajaran atau Pengajaran?

Eh, aku hanya tiba-tiba ingat saja pengalaman di semester pertama menempuh bangku kuliah.
Tulisan ini nantinya tidak akan bertendensi ke mana-mana selain refleksi diriku sendiri terhadap lingkungan sekitar. Tidak bermaksud menjelek-jelekkan, namun berbagi hal yang ada gunanya juga -menurutku-
Ada sebuah mata kuliah yang kupikir akan sangat berat. meningat membawa-bawa nama "Filsafat" di dalamnya. Matakuliah Filsafat Agama.
Karena kampusku kampus Kristen, maka, setelah kata 'Agama' akan ada kata 'Kristen' yang mengikuti.
Aku cukup tertarik lantaran dari dulu aku suka sekali membaca buku Mitologi Yunani. Penasaran sekali waktu itu, apa sih yang akan dibuahkan Filsafat ini untukku.

Dosen yang mengajar laki-laki. Masih cukup muda. Sudah menikah. WNI keturunan Tionghoa yang membuat beberapa mahasiswa mengagumi wajahnya yang segar dan babyface. Oh, aku? Maaf, bukan seleraku.
Cara beliau berbicara juga -menurutku- kurang enak didengar. Maksudku, seorang laki-laki dengan suara sengau dan cempreng berceloteh selama 3 SKS bukanlah pilihan utama. Tapi ini wajib, dipilihkan dari Jurusan pula.

Ada cukup banyak hal yang aku serap dari beliau. Sayangnya, menurutku masih kurang. Bukannya jelek, tapi kurang. Sempat beliau menghadirkan tabel 5 agama yang diakui Indonesia dengan berbagai point pembagian untuk penjelasannya. Sayangnya, untuk tabel-tabel agama selain Kristen dan Katolik, aku kurang puas. Menurutku, lebih ke arah aku mendengarkan beliau mendongeng hal-hal yang sudah banyak sekali bisa kita dapatkan dari google.com.
Nothing special.
Aku mulai sedikit menyipitkan mata untuk kelas ini. Namun, beberapa poin tambahan yang kudapat karena berhasil menjawab beberapa pertanyaan -dengan pemahamanku sendiri- cukup menaikkan moodku. Ya, aku menjawab pertanyaan-pertanyaan yang beliau lempar dengan pemahamanku sendiri, dan disetujui. Siapa sih yang nggak senang dengan kondisi seperti itu.
Bisa adu otak, pamer kepintaran, dapat tambahan poin pula.
Sampai di suatu saat ketika kami harus Ujian Tengah Semester. Pertanyaan-pertanyaan yang tertera lebih ke arah soal cerita dengan akhiran  "Apa yang akan kau lakukan...", "Bagaimanakah Anda akan bersikap..." dan sejenisnya. Selang seminggu, hasil UTS pun dibagikan. Lumayan, dapat skor angka yang masuk dalam range nilai A. Yang mulai membuat aku malas, adalah saat beliau mulai membahas UTS tersebut.
Oke..
Beliau pun mulai bertutur dan menyebutkan pendapatnya untuk UTS barusan. Cukup memuaskan. Namun, sayang ada beberapa yang salah menurutnya. Di sini aku bingung. Salah? Apa yang salah dari Ujian seperti itu?
Rupanya, untuk pertanyaan-pertanyaan "Apa yang akan kau lakukan...", "Bagaimanakah Anda akan bersikap..." dan sejenisnya itu beliau sudah memiliki jawaban idealnya sendiri. Mahasiswa yang menjawab sesuai dengan jawaban idealnya itulah yang mendapat poin penuh di tiap nomor. Spontan aku tertawa dalam hati. "Wah, parah," gumamku. Apa bedanya dong soal ini dengan pelajaran PPKn zaman SD?
"Apa yang akan kau lakukan bila melihat dua orang temanmu berkelahi?"
A. Diam Saja                        B. Melerai
C. Lari                                  D. Ikut berkelahi
Secara PPKn saat SD, kalau kita tidak memilih opsi B, jangan harap jawaban kita dibenarkan.
Salah seorang ponakan, waktu kelas 1 SD mendapatkan soal yang serupa. Serunya, dia menjawab A. Waktu ibu gurunya bertanya "Kenapa kamu jawab A, seharusnya kan B," dengan polos ponakanku menjawab, "Nggak ah, Bu. Kalau melerai pasti saya ikut dipukul. Mendingan diam saja."

Rupanya UTS kelas Filsafatku ini masih selevel dengan PPKn kelas 1 SD.
Tak berhenti sampai di situ, kami pun ada Ujian lagi. Mengenai pembahasan kuliah yang sudah-sudah. Mengenai agama-agama dan perkembangannya serta beberapa contoh kasus.
Seperti biasa, beliau menelurkan soal-soal yang serupa, ditambah soal teoritis mengenai agama-agama.
Aku cukup puas dengan hasil ujian kali ini. Namun, sekali lagi aku tertawa dalam hati saat beliau membahas hasil ujiannya dan mengatakan yang jawabannya paling benar dan sempurna adalah milik teman sekelas kami, si A. Oke, kami semua kagum padanya. Tapi kekaguman itu berhenti sampai di situ hingga Dosen kami membacakan hasil jawaban teman si A ini dalam lembar jawabannya.
Dari 5 soal yang dilontarkan, hasil jawaban si A adalah semua celotehan Bapak Dosen. Tidak kurang, tidak lebih. Sampai pemenggalan kalimatnya (oke, aku berlebihan), bahkan contoh-contohnya.
Sontak, kami sekelas berdengung seperti lebah. Dengungannya rata-rata serupa "Gila, mirip bener sama ceramahnya Pak Dosen" "Wih, yang bener aja. Berarti jawaban yang bener ya harus copy-paste dari Dosennya dong" dan sejenisnya.

Makinlah aku memandang sebelah mata kelas ini, dan sang Dosen.
Sampailah kami di akhir-akhir semester. Beliau mengajak kami berlatih saling mengutarakan pendapat. Istilah kerennya, Debat.
Pak Dosen memanggil 1-2 orang dari kami, dan memposisikan mereka sebagai umat Kristiani. Sementara dia sendiri sebagai orang Atheis. Sampai sekarang aku belum tahu beliau benar-benar tahu nggak sih orang Atheis itu seperti apa. Oke, lah.
Singkat cerita, beliau memberikan satu wacana yang akan didebatkan antara 2 orang umat Kristiani (teman-teman kami) melawan 1 orang Atheis (dirinya). Caranya cukup baik dengan meminta kami memanfaatkan seluruh pelajaran yang sudah pernah ia berikan. Bisa sekalian refresh otak lagi selama satu semester ini.
Sampai di satu bagian, teman kami yang rupanya cukup pandai berkata-kata, membuat Pak Dosen agak gelagapan. Langsung meluncur "debat pembelaan" dari mulut Beliau "Ya itu kan menurut Anda, menurut saya tidak, tuh!" spontan teman kami tidak bisa bicara lagi, dan beliau "memenangkan debat pagi hari itu"

Aku hanya bisa menghembuskan nafas. Parah. Kalau keluarnya statement seperti itu, buat apa ada saling mengutarakan pendapat! Dari awal, berdebat ya memang begitu kan dasarnya. Menurutmu dan menurutku.
Kalau begini, sampai sekarang aku masih tidak paham bagaimana Filsafat itu. Apalagi Filsafat Agama. Apalagi Filsafat Agama Kristen.

Sunday, October 24, 2010

My Work

Few posts ago.. hahaa.... If on a fairy tale, you'll find A long time ago.. :)okay, I've made two posts contain with my writing while I was on internship. But guess, there was a problem with the link, so I consider to put a link again in this post :)
 
you may open this link here : CLICK HERE
and also this ONE and this ONE. The admin had my name wrong written, so it couldn't be listed at the previous link.
And this ONE and this ONE . The admin had not completely my full name written. But it's okay for me.
You'll find the lists of my writing while I was on internship :)
How I miss those Journalism activities...

Friday, October 22, 2010

Knows Well

Sedang melamun saja, tiba-tiba aku teringat suatu cerita yang menggelikan, namun menjadi pelajaran.
Pernah mendengar istilah "Para pelaku mengenal korbannya dengan baik"?
Hal ini tidak berarti pelaku adalah orang yang dekat dengan korbannya, atau bahkan kerabatnya. Namun, para pelaku tersebut dapat mengenali 'korban'nya dengan baik. Kasus ini bukan terjadi padaku, tapi aku cukup mengikutinya.

Jadi begini...
Seorang rekan suatu kali pernah mendapatkan pesan pribadi via salah satu jejaring sosial. Dalam pesan tersebut disebutkan bahwa pengirim pesan tertarik dengan paras rekanku yang menurutnya cantik dan menarik hati.Ia pun memuai dengan mengajukan tawaran klise "dapatkah kita menjadi teman baik?" yang dilanjutkan dengan pertanyaan-pertanyaan klasik ala chatting MIRC zaman dulu.
Secara normal sih, di umur yang cukup matang, seharusnya rekanku ini nggak akan termakan tipuan kuno begini. Tapi, apa yang terjadi? Malahan dia nampak senang dan berbunga-bunga dengan kalimat-kalimat manis yang keluar dari pengirim pesan terebut.
Tak pakai pikir panjang, aku pun bilang "Hati-hati lho, Mbak," namun, ada jurus pamungkas dari rekanku, "Lho, tapi beneran kok. Fotonya asli-asli semua, bahkan yang di list kerabatnya juga ada semua. Dia dulunya tentara." Nah lho, berhubung aku juga nggak lihat langsung, aku pun nggak banyak komentar.

Esoknya, kupikir sudah selesai deh masalah beginian aja. Eh, rupanya tebakanku salah kali ini. Pagi-pagi rekanku angsung minta tolong aku mengartikan pesan dari pengirim pesan yang sama itu. Lah.. masih lanjut to rupanya. Ohya, si pengirim pesan itu ngakunya sih orang Amerika campuran Spanyol gitu. Oke deh.. Aku pun membaca ketikan huruf yang berjajar rapi di kertas yang dibawa rekanku tadi. Oh my, this crazy stranger stated that he wants to marry my friend! Gee!! Could you imagine it?
Langsung deh aku bilang "haduh, mbak, ini nggombal ga jelas. Udah ga usah ditanggapin lagi. Biarin aja. Hati-hati lho nanti ada apa-apa.." Yang langsung ditanggapi dengan sedikit kebingungan oleh rekanku tadi, "Lho, iya. Trus ini gimana? Kubales gimana?" agak geli juga sih aku denger rekanku yang satu ini. "Ya sudah, Mba, gini aja, bilang aja kalau nggak bisa lebih dari sekadar teman. Soalnya Mba udah nikah. Gitu aja. Mendingan tapi jangan kontak apa-apa lagi deh..." Sahutku yang waktu itu langsung dapat persetujuan darinya."Soalnya, aku seumur hidup nggak pernah dapet surat cinta yang romantis ini lho. Seneng aja gitu..." Jelasnya. Wah.. repot deh kalo udah gini.
Selang waktu dua hari, aku sudah nggak dengar lagi rekanku ngomongin tentang itu. Tiba-tiba, waktu makan siang, rekanku tanya lagi arti dari beberapa kalimat dalam bahasa Inggris. Selesai kuartikan, mendadak curiga nih. "Lho, ini yang kapan hari?" dia cuma mengangguk sambil senyum-senyum. "Lho.. masih lanjut, to? Wes.. hati-hati aja yah, Mba.."

Belajar dari pengalaman rekanku ini, yang kayaknya masih berlanjut, aku cuma bisa lebih waspada saja, dan lebih logis lagi, deh.
Kayaknya, si pengirim pesan, apapun motifnya, sudah 'mengenal' rekanku ini entah bagaimana caranya. Dia bisa mengerti bagaimana membawa rekanku ke awang-awang dan melanjutkan kontak nggak jelas ini.
Nggak heran deh banyak yang tertipu via dunia maya. Dulu kupikir-pikir kok ya bisa ya ketipu  dengan mudah gitu. Nggak kenal sama sekali, eeh bisaaa aja dibawa lari. Tapi sekarang sudah ada yang mulai "terbawa" nih di dekatku..
Hati-hati, karena sang pelaku sudah mengerti bagaimana menggiring Anda!

Friday, September 24, 2010

It’s All About My Dream!

                Mimpi atau cita-cita pada anak-anak berkaitan erat dengan minat mereka. Jarang sekali anak-anak yang masih sangat kecil (belum lulus Sekolah dasar) sudah memiliki cita-cita yang pasti dan settle. Biasanya, yang mereka jawab saat ditanya “apa cita-cita kamu?” adalah profesi yang stereotype, dalam hal dipengaruhi lingkungannya.
The Sky is the Limit. Photo Doc. Eva Tarida
                Anak-anak cenderung mengenali nama profesi dari lingkungannya, dan yang terdekat adalah orangtuanya. Yang paling mudah mereka ingat adalah pekerjaan kedua orangtuanya. Anak belum mengerti betul detil-detil mengenai sebuah profesi. Maka, saat ia menjawab “pilot!”, ia belum mengerti betul seperti apa tugas-tugas seorang pilot, apa saja kualifikasinya, dan apa saja resikonya. Cobalah bertanya mengapa mereka mau menjadi pilot, mungkin jawabannya seperti ini : “Enak, bisa naik pesawat terus,” atau “Asyik, bisa keliling-keliling.” Karena sekali lagi, mimpi semasa kanak-kanak dipengaruhi oleh minat, jangan kaget kalau anak akan merubah cita-citanya beberapa kali.

Pentingnya melakukan Dream Setting / Career Planning
                Sangat penting bagi orangtua untuk membiasakan diri mengenalkan berbagai macam profesi pada anak sedari dini. Jangan merasa anak masih terlalu kecil, atau membiarkan anak mengetahuinya sendiri. Yang terpenting sebagai orangtua adalah tidak memaksakan kehendak, idealisme, dan ambisinya sendiri pada anak.
Photo doc. Eva Tarida
               Sedari anak masih kecil, biarkan anak mengenali potensi dan minatnya sebanyak-banyaknya. Hal ini sangat penting agar anak memiliki arahan dalam hidup dan mengerti bahwa hidup itu tidak mengalir begitu saja seperti air. Karena, bila anak berjalan begitu saja tanpa arahan akan tidak efektif dan kurang motivasi. Dengan adanya arahan tertentu, anak akan termotivasi dan mempunyai semangat tersendiri untuk mencapai yang diinginkan.

Saat yang Ideal Untuk Mulai Membicarakannya
                Di indonesia, masih cukup terlambat seorang anak menetukan cita-citanya. Coba saja kita bertanya pada anak yang sudah SMA, belum tentu ia bisa menjawab apa cita-citanya. Jarang sekali seorang anak benar-benar tahu mau jadi apa dia nantinya, jurusan apa yang akan ia ambil selama kuliah, dan sebagainya. Fenomenanya adalah, anak mengikuti kehendak orangtua, memilih berdasarkan ’keputusan bersama’ alias ikut-ikut teman, bahkan hanya mengikuti tren yang ada saat itu.
                Lebih awal kita mengomunikasikan hal ini pada anak, maka akn lebih baik. Mulailah membiasakannya saat anak mencapai usia ia bisa berpikir dan menetukan sesuatu sendiri, seperti di usia 4-5 tahun. Tetap ingat, jangan memaksakan kehendak, atau menanamkan idealisme dan ambisi Anda pada anak. Kenali potensi anak secara obyektif. Bisa dengan cara membiarkan anak mencoba beberapa hal, atau memperkenalkan berbagai bidang pekerjaan dan hobi. Setelah itu, orangtua dapat melihat, di bidang apa anak terlihat paling cepat bisa dan paling tertarik.
                Berikan gambaran sederhana mengenai profesi dari keseharian kita. Misalnya, saat Anda dan anak pergi ke dokter, perkenalkanlah pekerjaan tersebut pada anak. Berceritalah. Ada beberapa macam jenis dokter, seperti dokter anak, dan dokter gigi.kemudian, katakan juga, ”Kalau mau jadi dokter, adik harus tahan lihat darah dan luka, lho. Selain itu, adik juga jarang liburan. Soalnya, orang sakit kan nggaklibur, Dik.” Atau profesi yang jarang diminati anak seperti hakim, pengacara, dan jaksa. Saat Anda dan anak sedang melihat acara di televisi yang memperlihatkan tayangan pengadilan, mulailah bercerita sedikit, seperti apa itu pengadilan. Siapa saja yang ada di sana.  Beritahukan pula syarat-syaratnya, ”Kalau Adik mau jadi hakim atau pengacara, adik harus punya daya hafal yang kuat. Adik juga perlu punya kemampuan ngomong yang bagus dan banyak logikanya.” Jangan lupa untuk juga memperkenalkan profesi orangtua sendiri. Ini akan lebih mudah, karena anak dapat melihat langsung bagaimana orangtuanya bekerja.
                Sejak anak berusia 3 tahun, ajak mereka mengenali profesi dengan bermain-main di lokasi bermain yang menyediakan wahana untuk simulasi. Dengan adanya wahana simulasi untuk belajar tersebut, anak dapat dengan sendirinya mengerti berbagai macam profesi. Perkenalkan berbagai bidang pada anak, dan lihat di bidang mana anak cepat belajar dan nyaman di sana.
                Ingatlah, bahwa ini semua merupakan sebuah proses, dengan tujuan pada saat anak akan memilih suatu profesi nantinya, sesuai dengan minat dan bakatnya, dan tidak asal dalam memilih. 
Reach for the Sky. Photo Doc. Eva Tarida
                 Pada saat anak sudah menentukan apa yang diminatinya, atau profesi apa yang dipilihnya untuk dijalani, orangtua harus membimbing anak untuk dapat fleksibel. Dalam artian, bisa saja apa yang diinginkan anak itu tidak terpenuhi. Misalnya saja, anak ingin menjadi pilot. Tetap dukung anak Anda, sambil bicarakan pada mereka, ”Bagaimana kalau Tuhan tidak mengizinkan Adik jadi pilot?. Mama dan papa setuju saja, dan kita semua akan berusaha bersama agar Adik bisa jadi pilot. Tapi, belum tentu itu yang terbaik untuk Adik. Kalau ternyata suatu hari nanti, Adik tidak bisa jadi pilot, berarti, ada profesi lain yang lebih baik yang sudah direncanakan untuk Adik.” jadi, jangan membiarkan anak juga hanya terpaku kaku pada satu saja. Usahakan ada alternativ lain. Namun tentu saja, tetap sesuai dengan keinginan anak, dan tidak asal pilih. (eva tarida)
Narasumber : Dra. Lisa Narwastu

*posting ini merupakan artikel saya yang pernah dimuat di Majalah Toddie

Thursday, August 12, 2010

The Nerd/Geek/Dork?

Just try a new test.. Oh My.. haha

Your result for The Nerd? Geek? or Dork? Test ...

Modern, Cool Nerd

52 % Nerd, 70% Geek, 22% Dork
For The Record:

A Nerd is someone who is passionate about learning/being smart/academia.
A Geek is someone who is passionate about some particular area or subject, often an obscure or difficult one.
A Dork is someone who has difficulty with common social expectations/interactions.
You scored better than half in Nerd and Geek, earning you the title of: Modern, Cool Nerd.

Nerds didn't use to be cool, but in the 90's that all changed. It used to be that, if you were a computer expert, you had to wear plaid or a pocket protector or suspenders or something that announced to the world that you couldn't quite fit in. Not anymore. Now, the intelligent and geeky have eked out for themselves a modicum of respect at the very least, and "geek is chic." The Modern, Cool Nerd is intelligent, knowledgeable and always the person to call in a crisis (needing computer advice/an arcane bit of trivia knowledge). They are the one you want as your lifeline in Who Wants to Be a Millionaire (or the one up there, winning the million bucks)!

Congratulations!

 Wanna know how yours would be? try it here :)

Tuesday, August 10, 2010

Graduation Day

Few Photos from my Graduation Day.. :)
Such a lovely day..Very Much!

Communication Science Department class of 2006 58th Graduation

Us, Fikom 2006 and Friends
With My Sisters


With My Boyfriend
GG!!

Broomstick Theater ++
GG such a gorgeous style
Friendoss
IT'S US. OUR TIME.

Friday, August 06, 2010

Graduation (Friends Forever) by Vitamin C


Fikom 2006 (some of us)
Today (August 6 2010, Friday), in the next few hour, me and 35 others student from my study department at uni will have a ceremony. Not just an ordinary ceremony, this is OUR graduation ceremony.
We already had the rehearsal yesterday, and how we looked different one to another, how we try to keep these lately time very much. We talk a lot, laugh a lot, and speak a lot of thing.
It's just, we had a very great times!! In our faculty of Communication, in our Communication Department, and in our own concentration (me in Print and Online Journalism).
Times when we sigh a lot to tasks and duties, times when we laugh a lot to every single thing happened in classes, times when we mad to a very difficult things and unfair things in lives, times when we sad to every bad things came around, times when we shared all those great memories..
Thank you so much my parents to put me here (Petra Christian University, Communication department), thank you so much my sisters to kept supporting, helping and everything, thank you so much my friends and lecturers to always be there around, whatever it takes, thank you so much my boyfriend to always been there for me this whole 4 years and more :), and GOD at most for your delightful plan :))
UKM Teater



With MD



Penguji Skripsi :) Pak Ido n Pak Wolly




The GMJ-GG Love u Guys!!

Pembimbing Skripsi! P. Nanang n Miss. G

The Volley Part :)



Vitamin C-Graduation
"Graduation (Friends Forever)"

And so we talked all night about the rest of our lives

Where we're gonna be when we turn 25
I keep thinking times will never change
Keep on thinking things will always be the same
But when we leave this year we won't be coming back
No more hanging out cause we're on a different track
And if you got something that you need to say
You better say it right now cause you don't have another day
Cause we're moving on and we can't slow down
These memories are playing like a film without sound
And I keep thinking of that night in June
I didn't know much of love
But it came too soon
And there was me and you
And then we got real blue
Stay at home talking on the telephone
And we would get so excitedand we'd get so scared
Laughing at ourselves thinking life's not fair
And this is how it feels

[1]

As we go on
We remember
All the times we
Had together
And as our lives change
From whatever
We will still be
Friends Forever
Fikom 2006! Best of All!!


So if we get the big jobs

And we make the big money
When we look back now
Will our jokes still be funny?
Will we still remember everything we learned in school?
Still be trying to break every single rule
Will little brainy Bobby be the stockbroker man?
Can Heather find a job that won't interfere with her tan?
I keep, keep thinking that it's not goodbye
Keep on thinking it's a time to fly
And this is how it feels

[Repeat 1]


La, la, la, la:

Yeah, yeah, yeah
La, la, la, la:
We will still be friends forever

Will we think about tomorrow like we think about now?

Can we survive it out there?
Can we make it somehow?
I guess I thought that this would never end
And suddenly it's like we're women and men
Will the past be a shadow that will follow us 'round?
Will these memories fade when I leave this town
I keep, keep thinking that it's not goodbye
Keep on thinking it's a time to fly

[Repeat 1 (3x)]

Wednesday, July 28, 2010

Melihat Dari Sisi Lain

Sebenarnya isinya posting ini ga heboh banget kok. Judulnya aja yang heboh. Hehe..
Jadi, begini, tadi pagi, saat doa pagi di kantor, kami membaca Keluaran 14 yang bicara mengenai terbelahnya Laut Teberau pada masa-masa keluarnya Bangsa Israel dari perbudakan Mesir.

Pada saat itu, salah satu staff berkata kalau banyak juga orang Kristen yang menganggap kisah ini hanya legenda belaka. Namun, staff lainnya menimpali dengan sebuah cerita.:
gambar kartunisasi laut terbelah
Suatu kali, ada seorang yang tidak percaya akan kisah itu berkata pada seorang Pendeta "Yah, jelas saja waktu itu bangsa Israel bisa menyeberang. Kan itu bukan Laut pada awalnya. Cuma rawa-rawa yang tingginya mungkin hanya selutut oramg dewasa. Lihat saja deh situsnya sana kalau tak percaya" Pendeta yang mendengarnya pun langsung menyahut, "Oh ya? Jadi cuma rawa-rawa?" "Iya, cuma selutut, lumpur saja isinya. Nggak ada mukjizat-mukjizat dan kejadian aneh seperti laut terbelah," tambah orang tadi. Dengan tenang Pendeta tersebut langsung berkata, "Wah wah waah.. berarti Tuhanku itu memang maha dahsyat! Masa DIA bisa menenggelamkan seluruh pasukan Mesir beserta kereta kudanya semua hanya di rawa-rawa saja" Langsung orang yang tidak percaya tersebut diam saja.

Kisah barusan sederhana saja, namun mengajarkan kita untuk jangan langsung menelan mentah-mentah atau pun mengkonfrontasi begitu saja. Seperti Musa pernah berkata, "Tenanglah," atau juga pernah "Shut your mouth" saat bangsa Israel bersungut-sungut tak keruan. Musa hanya berkata, kamu diam saja, Tuhan yang akan berperang. Pada intinya, kita hanya perlu diam, tenang, berusaha, sambil menyerahkan semua pada Tuhan. Tak perlu khawatir karena ada Tuhan yang akan berperang dengan kita.

Tuesday, July 27, 2010

Beware of What In You

Kayanya serem banget yah judul yang kutulis. Seram atau tidak, tapi itu kenyataan, kan. Segala sesuatu yang keluar dari kita pasti akan mempengaruhi kehidupan kita. Dan...lingkungan kita nantinya. Atau sebaliknya?

Lingkungan kita pasti memengaruhi kita. Sedikit-banyak pasti. Tidak bisa tidak. Ada suatu penelitian (maaf ya, saya lupa gitu penelitian di mana, oleh siapa). Professor ini meneliti mengenai molekul air yang ada dan efek lingkungan terhadap molekul air tersebut.
Jadi, ringkasnya, seperti inilah percobaan yang dilakukannya.
photo of Molekul Air (sumber: google image)


1. Molekul air tersebut didengarkan musik genre rock dengan suara keras dan kata-kata yang banyak sensornya tersebut. Hasilnya ternyata molekul-molekul air itu setelah dilihat dari mikrosop, menjadi terpecah dan rusak.
2. Molekul air yang lain kemudian didengarkan musik klasik yang lembut. hasilnya, diihat dari mikroskop, molekul tersebut berbentuk bunga, seperti kristal salju kalau kita lihat dari mikroskop.
3. Molekul air yang lain lagi didengarkan musik rohani. Dan hasilnya, setelah dilihat melalui mikrioskop, tidak hanya berbentuk bunga, tapi berbentuk 2 bunga bertumpuk.

Sebuah percobaan singkat dengan makna dalam. Maksudnya adalah, memang lingkungan itu akan memengaruhi segala sesuatu yang ada di dalamnya. Air itu adalah contoh mudahnya. Kalau kita ingat lagi, tubuh kita ini 80% adalah air, Jadi berhati-hatilah terhadap lingkungan di sekitar air dalam tubuh. Mulai dari yang terdekat, yaitu diri kita sendiri. Bila segala sesuatu yang keluar dari diri kita sendiri ini, baik ucapan, pikiran, perbuatan, perasaan, adalah hal yang buruk, pasti akan berpengaruh terhadap diri kita sendiri juga. Namun, sebaliknya, bila hal-hal positif yang keluar, maka akan membawa dampak menyenangkan dalam diri kita.