Mimpi atau cita-cita pada anak-anak berkaitan erat dengan minat mereka. Jarang sekali anak-anak yang masih sangat kecil (belum lulus Sekolah dasar) sudah memiliki cita-cita yang pasti dan settle. Biasanya, yang mereka jawab saat ditanya “apa cita-cita kamu?” adalah profesi yang stereotype, dalam hal dipengaruhi lingkungannya.
Anak-anak cenderung mengenali nama profesi dari lingkungannya, dan yang terdekat adalah orangtuanya. Yang paling mudah mereka ingat adalah pekerjaan kedua orangtuanya. Anak belum mengerti betul detil-detil mengenai sebuah profesi. Maka, saat ia menjawab “pilot!”, ia belum mengerti betul seperti apa tugas-tugas seorang pilot, apa saja kualifikasinya, dan apa saja resikonya. Cobalah bertanya mengapa mereka mau menjadi pilot, mungkin jawabannya seperti ini : “Enak, bisa naik pesawat terus,” atau “Asyik, bisa keliling-keliling.” Karena sekali lagi, mimpi semasa kanak-kanak dipengaruhi oleh minat, jangan kaget kalau anak akan merubah cita-citanya beberapa kali.
Pentingnya melakukan Dream Setting / Career Planning
Sangat penting bagi orangtua untuk membiasakan diri mengenalkan berbagai macam profesi pada anak sedari dini. Jangan merasa anak masih terlalu kecil, atau membiarkan anak mengetahuinya sendiri. Yang terpenting sebagai orangtua adalah tidak memaksakan kehendak, idealisme, dan ambisinya sendiri pada anak.
Photo doc. Eva Tarida |
Sedari anak masih kecil, biarkan anak mengenali potensi dan minatnya sebanyak-banyaknya. Hal ini sangat penting agar anak memiliki arahan dalam hidup dan mengerti bahwa hidup itu tidak mengalir begitu saja seperti air. Karena, bila anak berjalan begitu saja tanpa arahan akan tidak efektif dan kurang motivasi. Dengan adanya arahan tertentu, anak akan termotivasi dan mempunyai semangat tersendiri untuk mencapai yang diinginkan.
Saat yang Ideal Untuk Mulai Membicarakannya
Di indonesia, masih cukup terlambat seorang anak menetukan cita-citanya. Coba saja kita bertanya pada anak yang sudah SMA, belum tentu ia bisa menjawab apa cita-citanya. Jarang sekali seorang anak benar-benar tahu mau jadi apa dia nantinya, jurusan apa yang akan ia ambil selama kuliah, dan sebagainya. Fenomenanya adalah, anak mengikuti kehendak orangtua, memilih berdasarkan ’keputusan bersama’ alias ikut-ikut teman, bahkan hanya mengikuti tren yang ada saat itu.
Lebih awal kita mengomunikasikan hal ini pada anak, maka akn lebih baik. Mulailah membiasakannya saat anak mencapai usia ia bisa berpikir dan menetukan sesuatu sendiri, seperti di usia 4-5 tahun. Tetap ingat, jangan memaksakan kehendak, atau menanamkan idealisme dan ambisi Anda pada anak. Kenali potensi anak secara obyektif. Bisa dengan cara membiarkan anak mencoba beberapa hal, atau memperkenalkan berbagai bidang pekerjaan dan hobi. Setelah itu, orangtua dapat melihat, di bidang apa anak terlihat paling cepat bisa dan paling tertarik.
Berikan gambaran sederhana mengenai profesi dari keseharian kita. Misalnya, saat Anda dan anak pergi ke dokter, perkenalkanlah pekerjaan tersebut pada anak. Berceritalah. Ada beberapa macam jenis dokter, seperti dokter anak, dan dokter gigi.kemudian, katakan juga, ”Kalau mau jadi dokter, adik harus tahan lihat darah dan luka, lho. Selain itu, adik juga jarang liburan. Soalnya, orang sakit kan nggaklibur, Dik.” Atau profesi yang jarang diminati anak seperti hakim, pengacara, dan jaksa. Saat Anda dan anak sedang melihat acara di televisi yang memperlihatkan tayangan pengadilan, mulailah bercerita sedikit, seperti apa itu pengadilan. Siapa saja yang ada di sana. Beritahukan pula syarat-syaratnya, ”Kalau Adik mau jadi hakim atau pengacara, adik harus punya daya hafal yang kuat. Adik juga perlu punya kemampuan ngomong yang bagus dan banyak logikanya.” Jangan lupa untuk juga memperkenalkan profesi orangtua sendiri. Ini akan lebih mudah, karena anak dapat melihat langsung bagaimana orangtuanya bekerja.
Sejak anak berusia 3 tahun, ajak mereka mengenali profesi dengan bermain-main di lokasi bermain yang menyediakan wahana untuk simulasi. Dengan adanya wahana simulasi untuk belajar tersebut, anak dapat dengan sendirinya mengerti berbagai macam profesi. Perkenalkan berbagai bidang pada anak, dan lihat di bidang mana anak cepat belajar dan nyaman di sana.
Ingatlah, bahwa ini semua merupakan sebuah proses, dengan tujuan pada saat anak akan memilih suatu profesi nantinya, sesuai dengan minat dan bakatnya, dan tidak asal dalam memilih.
Pada saat anak sudah menentukan apa yang diminatinya, atau profesi apa yang dipilihnya untuk dijalani, orangtua harus membimbing anak untuk dapat fleksibel. Dalam artian, bisa saja apa yang diinginkan anak itu tidak terpenuhi. Misalnya saja, anak ingin menjadi pilot. Tetap dukung anak Anda, sambil bicarakan pada mereka, ”Bagaimana kalau Tuhan tidak mengizinkan Adik jadi pilot?. Mama dan papa setuju saja, dan kita semua akan berusaha bersama agar Adik bisa jadi pilot. Tapi, belum tentu itu yang terbaik untuk Adik. Kalau ternyata suatu hari nanti, Adik tidak bisa jadi pilot, berarti, ada profesi lain yang lebih baik yang sudah direncanakan untuk Adik.” jadi, jangan membiarkan anak juga hanya terpaku kaku pada satu saja. Usahakan ada alternativ lain. Namun tentu saja, tetap sesuai dengan keinginan anak, dan tidak asal pilih. (eva tarida)
Reach for the Sky. Photo Doc. Eva Tarida |
Narasumber : Dra. Lisa Narwastu
*posting ini merupakan artikel saya yang pernah dimuat di Majalah Toddie
profesi pilot agak bahaya deh.apalagi pilot yg jatuh di bandung kemarin tuh kakinya patah gara2 salah turunin pesawat.cari profesi yg lebih aman ajah. :-P
ReplyDeletehaha.. contoh aja itu.. namanya anak kecil kan kalau ditanya cita-cita, rata-rata jawabannya ya kalau bukan Pilot, dokter, insinyur, gt.
ReplyDelete