Wednesday, November 23, 2011

Rasa Syukur

Berhubung hari ini agak santai, jadi saya mampir sebentar ke facebook. Mengintip note-note lama saya.
Ada satu Note yang saya buat hasil mengambil kisah orang lain dari blognya.
Cukup dapat tanggapan positif. Namun saya tetap masukkan sumber cerita tersebut + saya taruh opini saya pribadi.

Silakan dinikmati:

Sebuah kisah nyata yang tak sengaja kubaca hari ini membuatku sadar akan kurangnya rasa syukur selama ini dalam hidupku. Walaupun memang benar ada banyak sekali hal tidak menyenangkan yang terjadi.
 
Sedikit banyak, seperti ini kisahnya ( aku akan cerita ulang, dengan sedikit gaya penuturanku :) )

Pagi hari dengan membawa beberapa lembar uang di tangan dengan banyak pikiran untuk mengalokasikan uang itu di pos-posnya, tak sengaja aku melihat seorang tukang sampah yang lewat dengan gerobaknya.
mengingat hari ini adalah hari pembayaran iuran sampah, suamiku langsung tergesa-gesa keluar dan menyerahkan selembar sepuluhribuan. Tukang sampah tersebut menghampiri suamiku dan menerima uang tersebut dengan senyum bahagia dan ucapan terimakasih. Sangat bahagia, tulus, dan penuh syukur.
Terhenyak dengan kenyataan di tanganku ada berlembar uang dengan nillai ratusan kali lebih banyak dari yang diterima tukang sampah itu tadi. namun aku tidak tersenyum dan bersyukur. 
Sementara, kalu dipikir lagi, berapa sih penghasilan tukang sampah itu? dengan iuran sepuluhribu rupiah per bulan untuk tiap rumah, dan volume sampah sebanyak itu, mungkin ia hanya mampu mengurus 50 rumah saja. Itu berarti hanya sekitar 500ribu rupiah per bulan dengan kerja keras tanpa henti. Masih belum diwarnai dengan bau menyengat sampah-sampah.
Saat suamiku kembali, aku bertanya mengapa tukang sampah itu begitu senang menerima uang sepuluhribuan tadi? Rupanya ada seorang ibu dari warung sebelah yang meminta keringanan untuk membayar iurannya bulan depan. Sehingga, tukang sampah itu sangat senang ada yang membayarnya tepat waktu.
----------------------------------------------------------------------------------------------------
-----------------------------------------------------------------------------------------------------
 
Membaca kisah itu tadi, aku sendiri cukup tertampar. Seberapa tinggi sih pendidikan tukang sampah itu? Belum tentu ia pernah merasakan seragam putih abu-abu. Sementara kita menyia-nyiakan masa kuliah yang mahal hanya dengan alasan, bosan, malas, jenuh, nggak asyik, dan sebagainya. 
Berapa besar sih pendapatan tukang sampah itu per bulan? Belum lagi ia masih harus mengurus anak-isterinya. Ditambah dengan pekerjaannya yang rentan dengan penyakit. Sementara kita yang tenang saja menerima uang saku rutin selalu mengeluh dengan minimnya uang saku yang kita terima.
Dalam sehari, belum tentu tukang sampah itu bisa makan layak 3x sehari. Dan kita hanya bisa protes karena belum mencicipi makanan di restoran baru dengan harga makanan lebih besar dari pendaptan tukang sampah itu sebulan.
 
Saat kita terus melihat ke atas, akan banyak hal yang kita keluhkan. Tapi coba lihat sekeliling dan ke bawah. maka hidup kita mestinya penuh dengan syukur.

well... it's easy to say.. but hard to do.. apalagi mengingat kita (termasuk aku juga tentu!) yang sudah terbiasa hidup enak..
yahh...

Hiduplah dengan sederhana, maka kau akan melihat lebih banyak untuk disyukuri daripada diratapi. _

sumber cerita :
blog

2 comments:

  1. makasih pencerahannya dear

    salam kenal dari Pontianak

    ReplyDelete
  2. Mba Honeylizious, senang bisa membantu :)
    Thanks sudah mau mampir, Mbak.

    ReplyDelete

Thank you for dropping your thoughts here!